"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah''– Matius 5: 8.
Hikmat yang dari atas "adalah pertama-tama murni." Ke dalam kota Allah tidak masuk orang-orang yang cemar. Semua yang menjadi penghuninya dalah orang-orang yang telah murni hatinya semasih di dunia ini. Di dalam diri orang yang belajar tentang Yesus akan nyata suatu kebencian yang berkembang terhadap sikap sembarangan, bahasa yang tak pantas, dan pikiran yang kasar. Apabila Kristus tinggal di dalam hati akan terdapat kemurnian dan kehalusan pikiran dan perilaku.
Tetapi kata-kata Yesus, "Berbahagialah orang yang suci hatinya", mempunyai arti yang lebih dalam--bukan hanya suci dalam perasaan di mana dunia memahami kesucian, bebas dari hawa nafsu badani, suci dari nafsu berahi, tetapi benar di dalam maksud-maksud yang tersembunyi dan motif-motif jiwa, bersih dari kesombongan dan memikirkan diri sendiri, rendah hati, tidak mementingkan diri, dan murni seperti anak-anak.
Orang yang suci hatinya melihat Allah dalam suatu hubungan yang baru dan penuh kasih sayang seperti Penebus mereka; dan sementara mereka melihat kesucian dan keindahan tabiat-Nya, mereka rindu untuk memantulkan gambar-Nya. Mereka melihat-Nya sebagai seorang Bapa yang rindu memeluk seorang anak yang bertobat, dan hati mereka penuh dengan sukacita.
Orang yang suci hatinya melihat Pencipta itu dalam hasil pekerjaan tangan-Nya yang perkasa, dalam benda-benda yang indah yang meliputi alam semesta. Dalam Firman-Nya yang tertulis mereka baca dengan deretan yang lebih jelas penyataan tentang kemurahan-Nya, kebaikan dan kasih karunia-Nya. Kebenaran yang disembunyikan dari orang bijak dan arif dinyatakan kepada orang-orang sederhana. Keindahan dan harga kebenaran senantiasa dibukakan kepada mereka yang mempunyai keinginan yang penuh keyakinan dan lugu seperti anak-anak untuk mengetahui dan melakukan kehendak Allah.
Orang yang suci hatinya hidup seperti di hadirat Allah selama waktu yang Dia berikan kepada mereka di dunia ini. Dan mereka juga akan melihatNya muka dengan muka pada masa mendatang, keadaan abadi, seperti yang dilakukan Adam ketika dia berjalan dan berbicara dengan Allah di Eden. "Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka."
0 comments:
Post a Comment