Saturday, April 7, 2018

Renungan Pagi 8 April 2018

“POTRET KASIH ALLAH”
8 April 2018

Kepemimpinan yang Baik

“Demikianlah Daud telah memerintah atas seluruh Israel, dan menegakkan keadilan dan kebenaran bagi seluruh bangsanya” (1 Tawarikh 18:14).

Kita sering menjumpai betapa pemerintahan raja-raja Israel diringkas dengan kata-kata negatif. Raja Nadab “melakukan apa yang jahat di mata TUHAN” (1 Raj.15:26); Baesa juga “melakukan apa yang jahat di mata TUHAN” (ay.34). Raja Omri “melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan ia melakukan kejahatan lebih dari pada segala orang yang mendahuluinya” (1 Raj. 16:25); Yoram “melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, tetapi bukan seperti ayahnya dan seperti ibunya” (1 Raj. 3:2). Dan bahkan Raja Salomo dicatat “melakukan apa yang jahat di mata TUHAN” (1 Raj.11:6).

Namun ayat Alkitab hari ini mengatakan bahwa Raja Daud ( di samping beberapa catat celanya) “menegakkan keadilan dan kebenaran bagi seluruh bangsanya.” Sebenarnya apakah yang membuat pemerintahannya mendapat predikat yang gemilang seperti itu? Ayat ini ternyata menggunakan kata Ibrani “asah”. Kata ini menempati urutan ketiga sebagai kata yang paling banyak digunakan di dalam Perjanjian Lama, dan dapat berarti “membuat,” “menciptakan”, “melakukan.” Dengan kata lain, Daud telah menciptakan sesuatu, membuat sesuatu menjadi ada.

Dan apakah yang telah dijadikan oleh Daud? Ayat hari ini menjelaskan dengan menggunakan kata benda mishpat (keadilan) dan tsedaqah (kebenaran). Daud menciptakan dua kondisi ini—keadilan dan kebenaran. Dua kata yang nampak sama bagi kita, tapi memiliki nuansa yang berbeda.

Kata pertama, misphat, kadang-kadang merujuk pada tindakan memberi keputusan dalam suatu peradilan, tetapi sebenarnya memiliki arti lebih dari itu. Semua raja—baik atau buruk—membuat banyak keputusan hukum. Lalu mengapa Daud yang dipuji-puji karena melakukan hal itu? Karena kata tersebut mengandung arti adanya tatanan sosial yang dilanggar—dua pihak yang saling berselisih. Kemudian datanglah pihak ketiga—dalam hal ini Daud—untuk mengembalikan keselarasan dengan menegakkan misphat.

Kata kedua, tsedaqah, memiliki makna yang luas kesetiaan dan kemurahan hati. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan-keputusan yang dibuat oleh Raja Daud adalah adil dan tak berpihak. Yang bersalah dihukum secara adil, yang tak bersalah dibebaskan. Singkatnya, Daud memulihkan keadilan.

Sekarang, itulah yang disebut kepemimpinan yang baik—hanya pilih kasih terhadap mereka yang tak bersalah! Ketika yang bersalah dihukum keadilan pun ditegakkan—bagi seluruh masyarakat. Sikap- pilih kasih merusak hubungan, tetapi ketidakberpihakan memelihara hubungan. Para pemimpin kelas satu, termasuk orang tua, ciptakanlah atmosfer di dalam mana kesejahteraan selaras bisa bertumbuh.

Friday, April 6, 2018

Renungan Pagi 7 April 2018


“POTRET KASIH ALLAH”
7 April 2018

Kerajaan Siapakah Ini?

“Dan Aku menegakkan dia dalam rumah-Ku dan dalam kerajaan-Ku untuk selama-lamanya dan takhtanya akan kokoh untuk selama-lamanya” (1 Tawarikh 17:14).

Kita sering berbicara tentang kerajaan Saul atau pemerintahan Daud atas bangsanya. Dan berbicara seperti itu tidak terlalu salah. Tapi ada sesuatu yang lain dalam potret ini ketimbang hanya Saul, Daud, salomo, Yoas, atau para penguasa lain yang duduk di singgasana, yang sedang memimpin kerajaan mereka.

Samuel tidak senang ketika mendengar tuntutan orang Israel yang menghendaki seorang raja (1 Sam.8:5). Tetapi Allah menjelaskan kepadanya bahwa “bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka” (ay.7). namun Allah tidak menyerah begitu saja. Boleh jadi mereka menolak-Nya sebagai raja mereka, tapi Ia tak pernah menolak mereka sebagai umat-Nya.

Kesetiaan mereka dalam perjanjian yang dibuat Allah dengan Abraham tergantung pada ketaatan mereka terhadap kehendak Allah, tapi kesetiaan Allah muncul dari sifat belas kasihan-Nya yang tidak berubah.

Karenanya bukanlah sesuatu yang aneh bagi kita bila Allah masih menganggap diri-Nya sebagai raja. Ia tak pernah melupakan janji-Nya: “Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu” (Kel.6:6). Allah juga berkata bahwa mereka akan menjadi “harta kesayangan”—Nya (Kej.19:5), dan di tempat lain Musa menunjukkan bahwa Allah telah memilih Israel sebagai “umat kesayangan-Nya” (Ul.14:2). Di dalam terjemahan bahsa Inggris, digunakan istilah “Peculiar” (peculiar treasure dan peculiar people) yang berarti “aneh” atau “ganjil”. Sedangkan bahasa aslinya, Ibrani, menggunakan kata yang berarti “milik pribadi” atau “milik yang berharga”. (Ternyata kata peculiar” berasal dari kata dalam Bahasa Latin yang berarti “milik pribadi”.) Dan juga disepanjang Alkitab, orang Israel sering disebut sebagai “umat-Nya,” dan Allah sendiri memangil mereka “umat-Ku.”

Sehingga bukan tanpa makna bila Allah mengatakan kepada Daud bahwa Ia akan “menegakkan dia (Salomo) dalam rumah-Ku dan dalam kerajaan-Ku” (1 Taw.17:14). Orang Israel masih menjadi umat Allah. TUHAN masih memerintah mereka karena yang mereka dirikan adalah kerajaan-Nya. Salomo, dengan kata lain, adalah raja bawahan dari TUHAN. Allah masih memerintah; Salomo adalah penguasa kedua. Dan karena itulah dikatakan bahwa Salomo duduk di “atas takhta pemerintahan TUHAN atas Israel”                      (1 Taw.28:5).

Kita adalah makhluk terbatas, manusia lemah yang tidak berdaya mengusir Allah yang tak terbatas dan maha kuasa dari atas takhta-Nya. Kita bisa saja mengusir-Nya dari hati kita, tetapi itu tidak dapat membuat-Nya menyingkir dari kita.

Thursday, April 5, 2018

PERTENTANGAN KOSMIS

Triwulan II 2018
Sekolah Sabat Dewasa Pelajaran 1
PERTENTANGAN KOSMIS


PELAJARAN 1, *31 Mar - 6 Apr
Saya ingin kita memulai dengan melihat ayat hafalan untuk Sabat ini: Wahyu 12:17 Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus. Inilah yang akan kita pelajari sepanjang sabat ini “peperangan"ataupun yang kita sering dengan “pertentangan besar."Dalam pelajaran kita kali ini, kita akan melihat bagaimana akar dosa itu terjadi dalam diri Lucifer yang kemudian membawa pemberontakannya kedunia ini dengan mengikuti sertakan Adam dan Hawa. Mari kita memulaikannya dengan pertanyaan “bagaimana hal ini (dosa ataupun kejahatan) dapat dimulaikan?" mengingat bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatunya adalah sempurna. Sebelum kita menjawab pertanyaan diatas, saya ingin menyelipkan satu pengertian yang kita terima, bahwa tentu dosa itu berasal atau bermula dari Lucifer, kita bisa lihat ayatnya dalam Yehezkiel 28:1, 2, 11-17 dan Yesaya 14:12-14. [1] Serta tulisan Roh Nubuat berikut ini:
“Telah begitu lama seluruh makhluk ciptaan menyatakan kesetiaan kasih, yang adalah telah menjadi kesempurnaan yang selaras bagi seluruh alam semesta milik Tuhan. Itu adalah kebahagiaan dari seluruh penduduk surgawi untuk memenuhi tujuan dari pencipta mereka. Mereka telah berbahagia didalam merefleksikan kemuliaan-Nya dan menunjukkan pujian dihadapan-Nya. Dan ketika kasih kepada Allah telah menjadi hal yang terpenting, kasih kepada satu dengan yang lain bersifat tulus dan tidak mementingkan diri sendiri. Tidak ada satu nada sumbang yang menganggu keselarasan alam semesta. Tetapi perubahan telah terjadi atas kebahagiaan yang ada saat ini. Ada satu pribadi yang telah menyalahgunakan kebebasan yang telah diberikan Tuhan kepada semua ciptaan-Nya. Dosa berasal dari dia, yang setingkat lebih rendah dari Kristus, dan yang paling dihormati oleh Tuhan. Patriarchs and Prophets, p. 35. [2]
—tetapi pertanyaan yang lebih dalam adalah darimana dan bagaimana bisa ada timbul embrio dosa dalam diri atau hati Lucifer yang adalah ciptaan yang sempurna ini? Mari kita lihat langsung jawabannya dalam Alkitab dan tulisan E. G. White
2 Tesalonika 2:7-8 Karena secara rahasia kedurhakaan telah mulai bekerja, tetapi sekarang masih ada yang menahan. Kalau yang menahannya itu telah disingkirkan, pada waktu itulah si pendurhaka baru akan menyatakan dirinya, tetapi Tuhan Yesus akan membunuhnya dengan nafas mulut-Nya dan akan memusnahkannya, kalau Ia datang kembali.
Saya tidak akan membahas perkataan setelah yang saya garis bawahi, tetapi agar tidak kehilangan konteks ayatnya maka saya ikut sertakan sampai ayat 8. Perhatikan bahwa kedurhakaan, kejahatan, dosa itu telah mulai bekerja secara rahasia—alias susah untuk dapat diterangkan “misterius"—bagaimana mungkin dalam dunia tanpa dosa, tidak mengenal dosa, sempurna—bisa terjadi dosa? How come? Ingat tidak semua pertanyaan kita manusia yang terbatas ini dapat terjawab! Kemudian Ellen White mengatakan demikian: “Adalah tidak mungkin untuk menjelaskan asal mula dosa juga sebagaimana dalam memberikan sebuah alasan untuk keberadaan dosa itu sendiri... dosa adalah penyusupan, sehingga tidak ada alasan yang dapat diberikan untuk keberadaan dosa itu sendiri. Dosa adalah sesuatu yang misterius, dan tidak dapat diketahui; mengijinkan keberadaan dosa adalah sama dengan mempertahankannya, kemudian itu akan menjadi dosa."Alfa dan Omega, jld. 8, hlm. 516. [3]

Kemudian mari kita melihat catatan Alkitab untuk kejatuhan manusia. Kita bisa melihat dalam Kejadian 3:1-7—ada beberapa hal yang menarik yang dapat kita tarik dari pelajaran, yang mungkin sudah sering kita dengar ini. Perhatikan kata-kata Hawa kepada ular yang mengatakan bahwa "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" ... jawaban Hawa: "Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati. —Hawa dan Adam bukan tidak mengerti tentang firman Tuhan, bukan tidak meresapi arti dari setiap firman itu—tetapi ada satu hal penting yang tidak ada dalam pikiran Adam dan Hawa yaitu gantinya berserah dan percaya pada firman Tuhan, mereka menaruh kepercayaan mereka kepada iblis. Mari kita belajar untuk berserah dan percaya kepada firman Tuhan, bukan hanya sekedar mengetahui atau bahkan ahli dalam menjelaskan firman Tuhan—tetapi kita harus berserah, percaya dan melakukan firman Tuhan itu. Peperangan itu telah terjadi dan kita bisa melihatnya dengan lebih jelas melalui Alkitab dalam Wahyu 12:1-17—yang akan saya coba bagi sebagai berikut:

Wahyu 12:1-17 = peperangan sepanjang zaman sejak surga sampai saat ini
Wahyu 12:7-9 = ini adalah pertempuran pertama yaitu antara setan dan Mikhael (Who is like God?)—Yesus. Setan kalah disurga
Wahyu 12:4 = setan berusahan menyerang-Nya di dunia setelah kelahiran manusia-Nya. Gagal melawan Kristus, dan kemudian gagal melawan Dia di padang gurun dan kemudian di Salib, Setan—setelah kekalahan yang tidak dapa diubah di Golgota—pergi berperang melawan umat Allah.
Wahyu 12:6, 14-17 = Peperangan disepanjang sejarah pengikut Kristus (Kristena) dan dilanjutkan sampai akhir zaman.

Artinya jika kita membaca baik-baik kitab Wahyu 12 kita melihat peperangan ini adalah antara ciptaan (setan) dengan pencipta (Tuhan). Lalu dilanjutkan serangan kepada Yesus sebagai manusia, anak perempuan itu, kemudian kepada perempuan itu sendiri, lalu kepada keturunan perempuan yang lain—yang menuruti hukum Allah dan kesaksian Yesus. Satu pertanyaan yang sangat penting adalah bagaimana kita dapat bertahan? Umat-umat Tuhan dapat bertahan menang menghadapi serangan-serangan setan? Karena jika Tuhan menang, tentu itu wajar. Tapi bagaimana dengan kita? Bagaimana suapaya menang? Sama halnya dengan Adam dan Hawa, mereka tidak akan kalah bila tetap percaya dan berserah pada firman-Nya—karena Allah mengasihi mereka dan kita juga wajib merespons kasih-Nya dengan percaya dan melakukan firman-Nya, meskipun mungkin kematian menjadi resiko kita mengikuti Yesus. Seperti yang dikatakan oleh Paulus:
2 Timotius 4:8 Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.
Inilah yang telah memberikan kekuatan disepanjang jaman, keriduan akan kedatagan Yesus Kristus yang kedua kali—menjadi pengharapan bagi semua orang, termasuk mereka yang telah dianiyaya—yang disebutkan dalam Wahyu 12:6, 14—(satu masa, dua masa dan setengah masa; 1260 hari = tahun 538-1798) . Disebutkan oleh Ellen G. White sebagai berikut:
“Penganiayaan ini bermula pada zaman Kaisar Nero, pada waktu Rasul Paulus mati syahid, berlangsung terus dengan semakin kejam atau tidak kurang kejam selama berabad-abad. Orang-orang Kristen dituduh dengan tuduhan palsu melakukan kejahatan yang paling mengerikan, dan dinyatakan sebagai penyebab bencana-bencana besar seperti bahaya kelaparan, wabah dan gempa bumi. Sementara mereka menjadi sasaran kebencian dan kecurigaan, para penuduh, demi keuntungannya menkhianati orang yang tidak bersalah itu. Mereka dituduh sebagai pemberontak yang melawan kerajaan, sebagai musuh agama, dan sebagai wabah bagi masyarakat. Banyak yang dilemparkan kepada binatang buas dan dibakar hidup-hidup di amfiteater."—Alfa dan Omega, jld. 8, hlm. 41. [4]
Dan ini semua tergambar dengan jelas dalam nama kita. Pengharapan kita dan yang kita ingin lakukan diatas dunia ini dalam menantikan pengharapan itu. Gereja Masehi Advent hari Ketujuh. Bagian hari ketujuh menunjukkan Sabat hari ketujuh, yang menunjuk kepada keyakinan kita, bukan hanya dalam satu hukum itu sendiri tetapi, melalui maksud, keyakinan kita dan sepuluh hukum. Advent menunjuk kepada keyakinan pada kedatangan Yesus yang kedua kali. Oleh karena itu, nama Masehi Advent Hari Ketujuh menunjuk kepada dua komponen kebenaran masa kini yang krusian yang tidak dapat dipisahkan: hukum dan Injil. [5] Yang tentunya sesuai dengan firman Tuhan yang mengatakan:
Wahyu 14:12 Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus.
Marilah kita menjadi para pengikut Kristus yang menuruti firman ataupun perintah Allah dan yang percaya (iman) kepada Yesus serta melakukannya.
Tuhan memberkati 

Sumber : https://www.gerejaadventdhi.org

Renungan Pagi 6 April 2018

“POTRET KASIH ALLAH”
6 April 2018

Musik di Bait Allah

“Juga diangkatnya dari orang Lewi itu beberapa orang sebagai pelayan…TUHAN, Allah Israel dan menyanyikan syukur dan puji-pujian bagi-Nya…Yeiel yang harus memainkan gambus dan kecapi, sedang Asaf harus memainkan ceracap” (1 Tawarikh 16:4,5).

Bukan hal yang mengejutkan apabila Daud, “pemazmur yang disenangi di Israel” (2 Sam.23:1), sangat memperhatikan musik yang digunakan dalam menyembah Allah. Ia bukan hanya pemain musik istana yang berpengalaman (di istana Raja Saul, Anda ingat?) tapi juga seorang penulis lagu yang berbakat. Para ahli Perjanjian Lama mengaitkannya dengan terbentuknya kelompok musik Bait Allah.

Sejak zaman Perjanjian Lama, musik telah menjadi bagian dari ibadah penyembahan. Sejak saat itu menyanyikan lagu-lagu pujian atau memainkannya dengan alat musik telah menjadi bagian tak terpisahkan untuk menyembah dan memuji Allah, serta menambah kekhidmatan ibadah umat-Nya.

Musik yang dimainkan di Timur Dekat kuno mungkin terdengar aneh dan kurang harmonis bagi telinga kita. Tetapi penelitian baru-baru ini menemukan bahwa musik Timur Dekat kuno tidak sepenuhnya buruk bagi citarasa orang Barat (sebagai contoh, Anda dapat membuka situs: www.oeaw.ac.at/kal/mane/ [khususnya dengarkan RS h.6] atau www.mythinglinks.org/neareast.html [perhatikan Hurrian Hymn di bagian bawah situs ini].) Orang Yahudi bukan satu-satunya bangsa Timur Dekat yang menggunakan musik untuk mendukung ritual penyembahan mereka. Orang Mesir, Mesopotamia, dan Kanaan juga melakukannya. Apakah Anda tahu bahwa petikan musik paling awal yang diketemukan memiliki usia yang sama dengan abjad dalam bentuknya yang paling awal juga—sebuah lagu pujian kepada Nikkal, seorang dewi bulan?

Saat ini hampir tidak mungkin bagi seorang ahli arkeologi musik untuk mengetahui dengan tepat bagaimana bunyi musik timur Dekat kuno sebenarnya, tapi mereka mengetahui bahwa alat musik yang digunakan mencakup senar, tiupan, dan alat-alat perkusi. Diduga setidaknya beberapa musik religious ini memiliki irama ketukan yang kuat, yang membantu para penyembah untuk mencapai kondisi gembira yang luar biasa, seperti yang dialami Daud ketika ia menari di depan tabut sampai membuat malu Mikhal, anak perempuan Saul (2 Sam. 6:16), atau ketika Elisa meminta seorang pemain harpa untuk membantunya mendapatkan inspirasi (2 Raj.3:15).

Seperti dicatat sebelumnya, nampaknya Allah dapat menerima perbedaan budaya kita masing-masing, seperti juga ekspresi musikal kita dalam penyembahan. Jadi marilah kita bersikap lebih toleran terhadap mereka yang memiliki selera musik rohani yang berbeda dengan kita.

Wednesday, April 4, 2018

Renungan Pagi 5 April 2018


“POTRET KASIH ALLAH”
5 April 2018

Oh, Menjadi Seorang Suku Isakhar!

“Dari bani Isakhar orang-orang yang mempunyai pengertian tentang saat-saat yang baik, sehingga mereka mengetahui apa yang harus diperbuat orang Israel: dua ratus orang kepala dengan segala saudara sesukunya yang di bawah perintah mereka” (1 Tawarikh 12:32).

Tiba-tiba kita menemukan daftar nama-nama…lagi. Hanya saja, kali ini daftar nama tersebut tidak berupa daftar keturunan seperti sebelumnya, tapi berkenaan dengan orang-orang yang ditunjuk oleh Raja Daud untuk melayani bait suci—tenda yang dibangunnya sebagai rumah tabut perjanjian (dan kemudian menjadi pelayan Bait Allah yang dibangun oleh Salomo) dan untuk mengawasi administrasi pemerintahan.

Di pasal 12 kita menjumpai daftar nama prajuirt yang bergabung di sekeliling Daud sebelum dan sesudah ia menjadi raja. Konteks ayat hari ini terdapat dalam 1 Taw. 12:23: “Inilah jumlah pasukan bersenjata untuk berperang yang datang kepada Daud di Hebron untuk menyerahkan jabatan raja dari pada Saul kepada Daud.” Menurut perhitungan ini, suku Zebulon menyertakan prajurit paling banyak—50.000 orang (ay.33) dan suku Isakhar mengirimkan jumlah paling sedikit—200 orang.

Meskipun suku Isakhar paling sedikit secara kuantitas, kitab Tawarikh memuji-muji mereka sebagai: “orang-orang yang mempunyai pengertian tentang saat-saat yang baik, sehingga mereka mengetahui apa yang harus diperbuat orang Israel,” Sebuah rangkaian empat pembeda kata Ibrani yang menggambarkan dua karakteristik suku Isakhar seperti yang ditonjolkan oleh kitab ini.

Pertama, para pria suku Isakhar bisa membedakan waktu yang istimewa dalam hidup mereka. Mereka mengetahui bahwa ada waktu-waktu yang tidak berbeda dengan saat lainnya, yaitu saat-saat rutin—menjemukan. Tetapi ada saat-saat tertentu di mana situasinya berbeda dengan yang lain—sebuah kesempatan yang langka. Kemampuan untuk membedakan mana yang biasa dan mana yang luar biasa sangatlah penting. Tidak setiap orang mempunyai ketajaman untuk membedakan kedua saat tersebut.

Kedua, para pria suku Isakhar memiliki kearifan untuk mengetahui tindakan tepat yang harus dilakukkan pada saat-saat istimewa tersebut. Mereka tahu bagaimana harus mengambil tindakan. Tindakan istimewa untuk saat istimewa. Tidak cukup hanya mengenali keunikan sebuah situasi. Seorang bijaksana juga mengetahui bagaimana mengambil manfaat dari saat yang istimewa tersebut.

Betapa sering kita merasa gagal ketika harus memutuskan langkah terbaik apa yang harus diambil. Oh, menjadi seorang suku Isakhar—mengetahui apa yang harus dilakukan dan kapan harus melakukannya! Sungguh merupakan anugerah dari Allah sendiri, yang maha mengetahui.

Tuesday, April 3, 2018

Renungan Pagi 4 April 2018

“POTRET KASIH ALLAH”
4 April 2018

Kematian Tragis Uza

“Uza mengulurkan tangannya memegang tabut itu, karena lembu-lembu itu tergelincir. Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Uza, lalu Ia membunuh dia oleh karena Uza telah mengulurkan tangannya kepada tabut itu: (1 Tawarikh 13:9,10).

Dalam keseluruhan Alkitab, terkadang kita menjumpai ayat-ayat yang membingungkan. Untungnya yang seperti itu tidak banyak, namun cukup untuk menantang cara pandang yang biasa kita anut. Penggalan kisah Uzi ini adalah salah satu cerita yang membingungkan itu.

Raja Saul telah menelantarkan tabut perjanjian, yang pada saat itu berarti sangat menyepelekan Allah, karena tabut itu mewakili kehadiran pribadi TUHAN sendiri. Seperti halnya bangsa Israel telah “menampar” Allah langsung di wajah-Nya dengan meminta seorang raja, demikianlah kerajaan pertama mereka melanjutkan penghinaan itu dengan menelantarkan tabut-Nya. Daud memutuskan untuk memperbaiki situasi ini.

Setelah meminta pendapat para pengikutnya, Daud bersama-sama dengan rombongannya pergi ke Kiryat Yearim, dimana tabut ditempatkan di rumah Abinadab. Mereka meletakkan tabut di atas sebuah kereta lembu, dan dengan semangat tinggi bernyanyi, bermain musik dan menari, dan memulai perjalanan +130 km ke Yerusalem, di mana Daud sudah mendirikan sebuah tempat suci—tenda untuk menaunginya.

Ketika menjejakkan kaki mereka di tanah Kidon, lembu-lembu itu terantuk sesuatu sehingga keretanya bergoyang, dan tabut terjungkit. Uza, anak Abinadab yang mengemudikan kereta mengulurkan tangannya menahan tabut agar tidak terjatuh ke tanah dan hancur berantakan. Malang baginya, TUHAN menganggapnya sesuatu yang lancang, dan “membunuh dia.”

Maka iring-iringan itu pun tidak beranjak lebih jauh, dan benda berlapis emas itu pun disemayamkan di tempat kediaman Obed-Edom. Lama setelah kejadian itu barulah Daud mencoba lagi usahanya. Kali ini ia menyuruh suku Lewi untuk membawa tabut dengan cara mengusungnya di atas bahu mereka sesuai apa yang diajarkan Musa. Sekali lagi prosesi tabut berjalan diiringi tari-tarian dan nyanyian sukacita menuju ke Yerusalem, di mana tabut itu ditaruh di tempat suci yang telah disiapkan oleh Daud.

Daud dengan tulus hati hendak memberikan rumah bagi tabut Allah di ibukota. Uza, juga dengan tulus hati mencoba menyelamatkan tabut agar tidak jatuh dan hancur berantakan. Lalu mengapa Allah murka sebagaimana yang dilakukan-Nya? Di saat lain TUHAN berkenan menerima situasi yang ada. Reaksi Allah cukup membingungkan—karena biasanya murka Allah dijatuhkan pada mereka yang memberontak kepada-Nya. Barangkali, betapapun baiknya niat seseorang, yang terpenting adalah melakukan dengan cara yang benar.

Monday, April 2, 2018

Renungan Pagi 3 April 2018


“POTRET KASIH ALLAH”
3 April 2018

Daud Menjadi Raja dari Kerajaan yang Bersatu

“Lalu makin lama makin besarlah kuasa Daud, sebab TUHAN semesta alam menyertainya” (1 Tawarikh 11:9).

Daud adalah seorang buronan, memimpin gerombolan 400 hingga 600 pemberontak yang menjadi pelarian karena memiliki utang yang tak sanggup mereka bayar atau orang-orang yang marah dan kecewa karena satu dan lain hal. Dan selama waktu itu ia dan gerombolannya yang selalu membuat onar itu terus diburu seperti binantang oleh tentara kerajaan Saul.

Setelah meninggalnya Raja Saul, Daud, yang jauh hari sebelumnya telah diurapi secara diam-diam oleh Samuel, menyatakan dirinya sebagai raja di Hebron. Selama tujuh tahun ia memerintah Yehuda dari kota itu, sementara Isyboset (“orang yang memalukan”) yang berusia 40 tahun, satu-satunya anak Saul yang masih hidup, menjadi lawannya dan memerintah Israel. Pada suatu saat setelah kematian Isyboset di tangan Rekhab dan Baana, para penjahat dari pemerintahan Saul yang telah tak berfungi itu mengunjungi Daud di Hebron. Meskipun sediki sekali rincian yang tersedia tentang ini, pertemuan itu menghasilkan sebuah perjanjian antara Daud dengan mereka. Dan sebagai puncaknya, mereka mengurapi Daud (pengurapan Daud yang ketiga kalinya) sebagai penguasa atas Yehuda dan Israel—sebuah kerajaan yang bersatu.

Dalam sebuah langkah diplomatik yang jenis Daud memutuskan untuk memindahkan ibukota ke Yerusalem, sebuah kota yang dihuni oleh orang-orang Yebusi dan merupakan daerah netral bagi Israel maupun Yehuda, meskipun hal ini bukan merupakan berkat bagi penduduk di sana! Setelah menaklukkan Zion dan daerah sekitarnya, kejayaan Daud semakin bertambah kuat karena “TUHAN semesta alam menyertainya”.

Agak mengagetkan saat membaca bahwa Daud “makin lama makin besar.” Pertama, ia lahir di keluarga Isai dan tidak diperhitungkan. Kedua, ia adalah seorang pembelot dan orang paling dicari oleh penguasa sebelumnya. Ketiga, ia hanya memimpin 600 orang pria dan belakangan hanya segelintir orang Israel. Keempat, ia telah menaklukkan diri kepada penguasa lain, seperti Akhis, raja Filistin di Gat.

Tapi bahkan lebih mengagetkan lagi membaca bahwa “Allah tidak pernah menghendaki umat-Nya hidup dalam sebuah kerajaan. Bahkan Allah menganggap permintaan mereka akan seorang raja sebagai tamparan di wajah-Nya. Meskipun Allah kecewa terhadap perkembangan situasi ini, Ia dengan murah hati menyesuaikan diri-Nya pada kondisi yang disebabkan oleh kehausan umat-Nya untuk menjadi sama dengan dunia, dan “menyertai” Daud—meskipun seorang raja Israel adalah sesuatu yang dalam istilah kita “di luar kehendak Allah.”

Sunday, April 1, 2018

Renungan Pagi 2 April 2018


“POTRET KASIH ALLAH”
2 April 2018

Doa Yabes

“Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku dari pada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku!”                        (1 Tawarikh 4:10).

Kitab terakhir dalam Alkitab Ibrani (ya benar, kitab Tawarikh) dimulai dengan daftar silsilah yang menjemukan (bagi kita) berhalaman-halaman. “Abraham memperanakkan Ishak. Anak-anak Ishak ialah Esau dan Israel. Anak-anak Esau ialah Elifas… Anak-anak Elifas…” (1 Taw. 1:34-36).

Namun secara berkala, daftar nama “anak-anak” dan yang “memperanakkan” itu diberi selingan-selingan singkat yang sering tidak kita sadari. Salah satu selingan itu bercerita tentang seorang bernama Yabes, yang “lebih dimuliakan dari pada saudara-saudaranya” (1 Taw.4:9). Mengapa ia “lebih dimuliakan” merupakan sebuah misteri” tapi bukan suatu rahasia mengapa Yabes saat ini “lebih dimuliakan” ketimbang seluruh keluarganya. Bruce Wilkinson menulis sebuah buku laris berjudul The prayer of Jabez, dan yang menjadi sangat terkenal.

Wilkinson menulis: “Saya ingin mengajarkan kepada Anda bagaimana mendoakan sebuah doa yang berani yang selalu dijawab oleh Allah” dan menyuruh pembacanya untuk mengulangi doa Yabes setiap hari sehingga hari-hari mereka boleh diberkati oleh Allah dengan mukjizat-mukjizat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Apakah yang didoakan oleh Yabes? Permintannya yang unik terdapat pada ayat hari ini. Ia berdoa untuk memperluas wilayah kekuasaannya dan memohon dilepaskan dari “malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa” dia. Sementara berjuta-juta pembaca saat ini mengulangi doa tersebut setiap hari, akan bermanfaat bagi kita untuk membandingkannya dengan doa Salomo: “Berilah sekarang kepadaku hikmat dan pengertian, supaya aku dapat keluar dan masuk sebagai pemimpin bangsa ini” ( 2 Taw. 1:10). Kelihatan sekali bahwa kedua doa ini sangat berbeda. Di satu pihak, doa Yabes menonjolkan kepentingan sendiri—bertambah luasnya kepemilikan tanah dan kebebasan dari kesulitan dan penyakit. Di lain pihak, doa Salomo menunjukkan penyangkalan diri—kehausan akan hikmat sehingga dapat memimpin dengan bijak.

Barangkali yang paling mengejutkan tentang doa Yabes ini adalah “Allah mengabulkan permintaannya itu’ (1 Taw. 4:10). Bukankah kebanyakan kita belum mengalami hal yang serupa dalam hidup ini—padahal doa yang kita panjatkan sudah sangat egois? Seperti seorang gembala yang sering mengatakan, “Allah itu baik,” yang dijawab oleh jemaat, “Setiap waktu.” Dan ia mengulangi, “Setiap waktu,” dan disambut oleh jemaat dalam satu suara, “Allah itu baik.”

Tentu saja doa Salomo, yang juga dikabulkan oleh Allah, adalah contoh doa yang jauh lebih baik untuk ditiru oleh kita.