“POTRET KASIH ALLAH”
13 Mei 2018
Kelupaan Allah
“Jika Engkau,
ya TUHAN, mengingat-ngingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat
tahan?” (Mazmur 130:3).
Orang-orang di daerah Timur Dekat kuno memiliki
ingatan yang panjang. Karena pribadi-pribadi dyadic yang membentuk masyarakat
dan karena kehormatan menjadi sebuah kebutuhan penting bagi mereka (terutama
kaum pria), pembalasan utang darah menjadi praktik yang umum untuk
mempertahankan kehormatan keluarga. Dendam kesumat itu diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Bahkan hari ini di banyak budaya, orang masih
menaruh dendam untuk kesalahan yang dilakukan berabad-abad yang lampau.
Pengampunan dalam budaya dyalic tidak
dapat diperoleh dengan mudah.
Penulis Mazmur 130 menggambarkan TUHAN,
bertolakbelakang dengan gambaran masyarakat di atas. Meskipun ada ayat-ayat
tertentu yang membuat kita percaya bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, ada
hal-hal tertentu pula yang tidak diingat oleh-Nya. Sebagai contoh, Ia tidak
mengingat lagi dosa yang telah dilupakan-Nya. Dan di dalam ayat hari ini, kita
belajar bahwa “jika…TUHAN, mengingat-ngingat kesalahan…siapakah yang dapat
tahan?” Bahasa yang digunakan di sini menunjukkan bahwa Allah tidak menyimpan
sampai anak cucu kesalahan seseorang—tentu saja dengan asumsi, bahwa orang itu
mengakui dosanya. Allah mungkin, seperti
ditunjukkan dalam ayat-ayat lain di Alkitab, menyimpan catatan dosa-dosa,
tetapi catatan itu tidaklah abadi. Menurut kitab Mazmur, meskipun Allah
menjagai Israel (Mzm. 121:4), Ia tidak menyimpan catatan kesalahan mereka.
Karena sikap Allah maha pengampun dan belas
kasihan-Nya yang selalu hadir—Ia tidak mengawasi dosa kita dengan saksama—kita menyembah
Dia. “Pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang” (Mzm.130:4).
Mazmur 86:5 menggambarkan TUHAN sebagai Allah yang “baik dan suka mengampuni”.
(Kata kerja sallach yang berarti “mengampuni,
jarang ditemui di dalam Alkitab, dan menarik sekali bahwasanya Perjanjian Lama
hanya memakai kata itu untuk Allah. Hanya Allah yang mengampuni, bukan
manusia.)
Demikian pula Mazmur 130 berakhir dengan nada
tinggi. “Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih
setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan. Dialah yang akan membebaskan
Israel dari segala kesalahannya” (ay.7,8).
Untuk orang-orang di dalam budaya yang gembar
mengingat-ingat kesalahan dan melanggengkan permusuhan, gambar Allah yang
dipotret oleh pemazmur di sini menjadi sebuah pengingat yang menggembirakan. Dan
sesuai perintah Yesus berabad-abad kemudian, itu niscaya sangat bermanfaat
untuk diteladani.