“POTRET KASIH ALLAH”
19 Mei 2018
Penyombong
“Karena tiga
hal bumi gemetar, bahkan, karena empat hal ia tidak dapat tahan” (Amsal 30:21).
Selama abad ke-13 Horatio Alger telah menulis 135
novel. Satu alur cerita yang menjadi hampir identic dengan namanya adalah
ketika seorang bocah miskin, karena kejujuran dan etos kerjanya, “berhasil.”
Kisah semacam itu membuat pembaca puas dengan keyakinan bahwa seorang “pecundang”
yang jujur dapat bangkit dari keterpurukannya.
Jila hal seperti itu terjadi—dan kadang-kadang
memang terjadi—ada sebuah sisi lain dari peristiwa “dari gelandang jadi orang
kaya” tersebut. Tidak setiap orang bisa membawa diri dalam keberhasilannya, dan
kepada merekalah Amsal 30:21-23 ditujukan dalam kata-kata: “Karena tiga hal bum
gemetar, bahkan, karena empat hal ia tidak dapat tahan.” Penulis Alkitab
mungkin bersalah karena telah menyama-ratakan, atau mungkin ia berbicara
sesuatu secara sambil lalu. Namun demikian, kita umumnya barangkali telah
menjumpai setidaknya satu dari tiga—bukan empat—contoh di bawah ini.
Contoh pertama adalah “seorang hamba, kalau ia
menjadi raja” (ay.22). Seseorang yang terbiasa menyembah-nyembah karena
posisinya yang rendah namun tiba-tiba, karena putaran nasib yang ironis,
menempati posisi penuh kuasa, nampaknya akan mengalami perubahan kepribadian.
Kasus kedua yang serupa adalah “seorang bebal,
kalau ia kekenyangan makan” (ay.22). Ungkapan ini menggambarkan seseorang yang
biasanya kekurangan lalu secara tiba-tiba berkecukupan. Salah satu pernyataan
untuk menggambarkan orang seperti ini adalah “orang kaya baru.”
Ilustrasi yang ketiga adalah ketika “seorang wanita
yang tidak disukai orang, kalau ia mendapat suami” (ay.23). Perawan tua yang
terkenal itu akhirnya menikah! Kita tak tahu mengapa ia melajang begitu lama,
tetapi wanita yang sebelumnya tidak laku-laku itu akhirnya ada yang menyukai.
Contoh yang keempat berbicara tentang “seorang
hamba perempuan, kalau ia mendesak kedudukan nyonyanya” (ay.23). Kisah Alkitab
tentang Hagar benar, budak perempuan Sarai, tiba-tiba muncul dalam ingatan
kita.
Malangnya, perubahan
keadaan yang mendadak tidak selalu berakhir bahagia—paling tidak bagi mereka
yang tetap di posisi rendah. Terlalu bayak orang kaya baru yang menjadi
sombong. Kadang-kadang kita berasumsi bahwa mereka telah menjadi terlalu tinggi
dan hebat di mata mereka sendiri. Namun yang benar adalah bahwa kesombongan
mereka yang tak tertahankan itu muncul dari kurangnya rasa percaya diri, yang
menjadikan mereka sasaran simpati bukan antipati kita.