“POTRET KASIH ALLAH”
17 Mei 2018
Hukum Fisik
“Anakmu…tidak
akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan,
tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati” (Amsal 23:13,14).
Singkirkan rotan dan rusaklah anak. Lebih sering
ketimbang yang saya sadari, saya telah mencari di konkordansi dan di internet
untuk mencocokkan pepatah itu dengan ayat-ayat Alkitab. Dan setiap kali saya
gagal menemukannya. Tetapi pencarian di internet tidak gagal total. Pepatah itu
ada di sana, tetapi tautannya ke Alkitab masih meragukan. Amsal 13:24
mengatakan: “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi
siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.” Cukup dekat, saya kira.
Sebagai seorang anak saya mendengar cerita-cerita
dari orang dewasa tentang hukuman yang mereka terima dari orang tua. Seorang gembala
bercerita tentang ayahnya yang menderanya untuk pelanggarannya di masa kecil. Ada
gosip pula tentang seorang inspektur pendidikan konferens yang, ketika
mengunjungi sekolah-sekolah gereja, menarik seorang anak nakal ke lorong
sekolah dan memberikan pukulan di pantatnya. Hari ini, tentu saja,
tindakan-tindakan semacam itu akan mengundang tuntutan hukum seperti cahaya
pelita di malam hari mengundang ngegat.
Sebuah mufakat yang berkembang menolak pentingnya
hukuman fisik, dan mencapnya sebagai bentuk kekerasan terhadap anak. Ketika orang
dewasa memukul anak-anak, tindakan mereka mengajarkan bahwa “kekuatan selalu
benar” dan kekerasan menjadi tindakan yang diperbolehkan. Beberapa studi telah
menemukan bahwa hukuman fisik pada kenyataannya dapat memunculkan efek yang
berlawanan—setidaknya akan menghasilkan sikap agresif (anti-sosial) pada
anak-anak.
Di masyarakat Timur Dekat kuno, hukuman fisik
dinilai bermanfaat. Banyak anak-anak (terutama anak lelaki) yang dipukulan
dengan hebat sehingga meninggalkan bekas luka di tubuh mereka. “Memukul anak
lelaki adalah seperti memberi pupuk di taman,” demikian bunyi sebuah amsal
Mesir (Aramaic Proverbs of ahiqar [Versi
Siria]). “Anda pukul bokongku, ajaranmu masuk ke telingaku” (Papyrus Lansing).
Barangkali akan membantu jika kita membedakan
antara (1) konsekuensi, yaitu hasil alami berdasarkan sebab dan akibat (kanker
paru akibat merokok); (2) disiplin, yaitu penanaman nilai-nilai dengan cara
positif dan kadang negative (pembatasan waktu penggunaan kamar mandi); dan (3)
hukuman, yaitu denda untuk kelakuan buruk (dan kurungan untuk pelanggaran
hukum).
Guru bijaksana berkata, “Anakmu…tidak akan mati
kalau engkau memukulnya dengan rotan” (Ams.23:13). Anak-anak telah mati karena
terguncang atau akibat lainnya dari hukuman fisik yang dilakukan oleh
orang-orang yang berniat baik. Kekerasan terhadap anak jangan pernah dikemas cantik
sebagai disiplin.
0 comments:
Post a Comment