“POTRET KASIH ALLAH”
06 Mei 2018
Mazmur Gembala
“TUHAN adalah
gembalaku, takkan kekurangan aku” (Mazmur 23:1).
Tidak ada ayat yang lebih populer ketimbang Mazmur
pasal 23, kecuali barangkali Yohanes 3:16. Namun tidak diragukan lagi, mazmur
gembala memang lebih menonjol dalam hal memberikan penghiburan. Sebagai pengembangan
dari sebuah perumpamaan, bahasanya yang hidup bahkan memikat imajinasi pembaca
masa kini—meskipun pada umumnya orang Barat tidak tahu apa-apa soal domba dan
menggembalakan domba. Selain itu, memang sulit membayangkan ada mazmur lain
yang lebih memancarkan perasaan yakin dan percaya dibandingkan yang satu ini. Itulah
mengapa kita membacakan ayat-ayat ini saat seseorang menjelang ajal dan pada
pemakamannya. Kata-kata “mazmur gembala” yang telah akrab di telinga kita sungguh
membuat nyaman syaraf yang kusut dan perasaan yang remuk-redam. Mazmur 23
adalah contoh terbaik dari Bahasa afektif!
Gambaran Allah sebagai seorang gembala bukanlah
konsep tentang makhluk asing seperti di masyarakat Timur Dekat kuno. Istilah gembala
digunakan di beberapa orang raja di Timur Dekat kuno. Para firaun bangsa Hyksos
di Mesir dikenal sebagai “raja-raja penggembala.” Mereka terkenal sebagai
pemrakarsa kereta yang ditarik kuda dan busur panah tradisional di tanah Mesir.
Di Mesopotamia para raja biasanya menyebut diri mereka “gembala”. Gilgamesh
dikenal sebagai gembala dari Uruk. Juga di Sumeria, dewa Tammuz dan dewi Dumuzi
juga masing-masing dikenal dengan nama gembala dari Uruk. Orang Yunani di
kemudian hari melihat fungsi kepemimpinan yang baik dalam sosok seorang
gembala. Namun selama masa para nabi, sosok gembala secara umum tidak lagi
dihormati. Bahkan para rabi memandang mereka dengan curiga karena dianggap
jorok dan susah diatur.
Tetapi tidak mengherankan bagi orang Yahudi kuno
untuk memandang TUHAN dengan sebutan gembala, istilah yang ditujukan pada sosok
yang lemah lembut dan sabar dalam menghadapi kesalahan orang. Allah menyediakan
istirahat bagi kawanan domba-Nya. Ia memberikan mereka air dan makanan. Penulis
syair ini merasa tidak kekurangan suatu apapun karena pemeliharaan yang sungguh
dari TUHAN Gembala.
Kita berasumsi bahwa pemazmur menulis tentang hidup
saat ini dan di sini, artinya syair tersebut bercerita tentang pemeliharaan
Allah bagi umat-Nya saat ini. Tetapi almarhum Mitchell Dahood yang menulis
komentar Anchor Bible tentang kitab
Mazmur sebanyak tiga jilid, mengusulkan untuk menerjemahkan kata kerja dalam
mazmur gembala dengan future tense. Ia
berpendapat bahwa terminology di dalam Mazmur 23 berbicara tentang sukacita
dunia yang akan datang dan syairnya menggambarkan bagaimana “TUHAN…akan
membimbing kita melalui kejamnya dunia ini menuju sukacita abadi di Firdaus”
(Psalms 1, hlm.145).