“POTRET KASIH ALLAH”
03 Mei 2018
Sesuatu yang Disukai Allah
“Berbahagialah
orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik…yang tidak duduk dalam
kumpulan pencemooh” (Mazmur 1:1).
Sebelum kita membahas ayat Mazmur ini, kita perlu
mengingat bahwa kitab yang panjang ini seluruhnya terdiri atas syair. Selain itu,
kita perlu mengingat sesuatu yang kita bahas saat membaca renungan tangal 24
April, saat kita berdiskusi tentang doa pembalasan yang ganjil dari Nehemia. Dalam
renungan hari itu kita mengenal apa yang disebut “Bahasa afektif.” Barangkali Anda
sudah lupa, ucapan afektif bermaksud untuk (1) membangkitkan emosi atau (2)
mengungkapkan emosi. Jadi tujuan komunikasi afektif adalah bukannya masalah
(pilihan) ini atau itu tapi mungkin masalah ini dan itu (kedua-duanya). Ucapan afektif
bukan hanya menyalurkan perasaan tetapi juga menimbulkan perasaan.
Dan jika Anda ingat, syair termasuk contoh terbaik
sebuah bahasa afektif. Penyair bukan hanya hendak menyuarakan perasaan mereka
namun juga berharap menularkan rasa itu kepada para pembaca syair mereka. Dan karena
ini adalah syair, tidak semestinyalah kita terlalu memeras sari teologis
darinya. Kita perlu mencamkan hal ini di dalam pikiran ketika membaca kitab
Mazmur.
Mazmur yang pertama, dengan bahasa yang hidup,
membandingkan orang benar dengan orang fasik. Dalam terjemahan The Message—meskipun terjemahannya
bebas, Eugene Peterson menangkap Bahasa grafis dari para pemazmur. (Ya, ada
beberapa orang—bukan hanya Daud—yang menggubah syair di kitab Mazmur.)
Orang benar “kesukaannya ialah Taurat TUHAN” dan “merenungkan
Taurat itu siang dan malam” (Mzm.1:2). Sebagai manfaat dari perenungan Firman
Allah itu, mereka menjadi seperti pohon yang tumbuh subur “yang menghasilkan
buah pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya” (ay.3). jaminan yang dinikmati
oleh orang benar itu bertolak-belakang dengan nasib orang fasik. Mereka “seperti
sekam yang ditiupkan angin” dan mereka “tidak akan tahan dalam penghakiman”
(ay.4,5). Adapun tentang mereka yang mencintai Allah dan Firman-Nya, pemazmur
menyimpulkan: “TUHAN mengenal jalan orang benar,” sedangkan, “Jalan orang fasik
menuju kebinasaan” (ay.6).
Memang benar bahwa pemazmur di sini
melebih-lebihkan perbandingan tersebut. Hal yang buruk pun, benar-benar,
terjadi pada orang benar, dan banyak orang fasik yang tumbuh subur. Namun demikian,
tujuan dari syair suci ini adalah untuk menyemangati orang benar agar tetap
berpegang pada Alkitab dan menjauhkan orang fasik dari kefasikan mereka. Semuanya
diingatkan bahwa Allah mengamati…dan menghakimi.
0 comments:
Post a Comment