Thursday, May 3, 2018

Renungan Pagi 02 Mei 2018



“POTRET KASIH ALLAH”
02 Mei 2018

Giliran Allah Bicara

Bersiaplah engkau sebagai laki-laki! Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku” (Ayub 38:3).

Setelah empat sahabat Ayub cukup banyak bercakap dan Ayub telah menanggapi segala pidato mereka dengan sanggahan yang panjang, Allah memutuskan bahwa sudah saatnya Ia bicara. Masalahnya, paparan dari Allah bukanlah sebuah penjelasan karena tidak Nampak ditujukan kepada masalah yang ada. Ayub menuduh Allah telah memperlakukannya, seorang yang tak berdosa, secara tidak adil. Sahabat-sahabat Ayub berpendapat (1) bahwa Ayub hanya benar dalam pandangannya sendiri; (2) bahwa ia sedang menikmati ganjaran yang sepantasnya; dan (3) bahwa Allah itu baik terlepas dari kesialan yang dialami Ayub. Karena itu, ia harus pasarah pada ajaran Allah yang hendak memperbaiki karakternya.

Terlepas apakah kita setuju atau tidak dengan pendapat mereka, nampaknya cara berpikir mereka sudah benar. Tetapi tanggapan Allah kepada Ayub tampaknya sama sekali tidak relevan. Apakah Allah “menangkap” maksud mereka?

Bukannya memberikan penjelasan terhadap bencana, penyakit, dan kematian yang sedang menderu Ayub, Allah hanya menyatakan betapa alam semesta adalah ciptaan-Nya. Selain itu, Allah dengan sarkastisnya berkata, “Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!...tentu engkau mengenalnya, karena ketika itu engkau telah lahir, dan jumlah hari-harimu telah banyak!” (Ayub 38:4-21).

Pertama-tama Allah menantang tentang menutup gerbang lautan, membuat petir, dan membentuk bumi. Selanjutnya ceramah berganti tentang bintang-bintang. Ia berbicara tentang memberi makan singa, menyaksikan kambing gunung beranak, membebaskan keledai liar, menundukkan lembu hutan, dan memberikan tenaga kepada kuda. Ayub mengakui kekurangannya dan Allah terus menuturkan kuasa penciptaan-Nya. Ia bersabda tentang kuda nil ciptaan-Nya, yang belulangnya terbuat dari tembaga, dan buaya, yang menghembuskan uap dari hidungnya.

Dengan rasa malu, Ayub mengakui bahwa ia telah bercakap “tanpa pengertian” (Ayub 42:3). Lalu diakuinya, “dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu” (ay.6).

Para pelajar Alkitab telah mencoba untuk menjelaskan jawaban Allah yang tidak relevan itu, namun sulit menemukan pemecahannya. Barangkali, implikasinya menjadi seperti ini: Jika Allah secara pribadi terlibat dalam penciptaan alam semesta ini dan komit sepenuhnya pada makhluk-makhluk memesona di dalamnya, pastilah Ia akan lebih memperhatikan mereka yang diciptakan sesuai gambar-Nya. Yaitu Ayub…dan Anda… dan saya.

0 comments:

Post a Comment