“POTRET KASIH ALLAH”
02 Mei 2018
Giliran Allah Bicara
“Bersiaplah
engkau sebagai laki-laki! Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu
Aku” (Ayub 38:3).
Setelah empat sahabat Ayub cukup banyak bercakap
dan Ayub telah menanggapi segala pidato mereka dengan sanggahan yang panjang,
Allah memutuskan bahwa sudah saatnya Ia bicara. Masalahnya, paparan dari Allah
bukanlah sebuah penjelasan karena tidak Nampak ditujukan kepada masalah yang
ada. Ayub menuduh Allah telah memperlakukannya, seorang yang tak berdosa,
secara tidak adil. Sahabat-sahabat Ayub berpendapat (1) bahwa Ayub hanya benar
dalam pandangannya sendiri; (2) bahwa ia sedang menikmati ganjaran yang sepantasnya;
dan (3) bahwa Allah itu baik terlepas dari kesialan yang dialami Ayub. Karena
itu, ia harus pasarah pada ajaran Allah yang hendak memperbaiki karakternya.
Terlepas apakah kita setuju atau tidak dengan
pendapat mereka, nampaknya cara berpikir mereka sudah benar. Tetapi tanggapan
Allah kepada Ayub tampaknya sama sekali tidak relevan. Apakah Allah “menangkap”
maksud mereka?
Bukannya memberikan penjelasan terhadap bencana,
penyakit, dan kematian yang sedang menderu Ayub, Allah hanya menyatakan betapa
alam semesta adalah ciptaan-Nya. Selain itu, Allah dengan sarkastisnya berkata,
“Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau
engkau mempunyai pengertian!...tentu engkau mengenalnya, karena ketika itu
engkau telah lahir, dan jumlah hari-harimu telah banyak!” (Ayub 38:4-21).
Pertama-tama Allah menantang tentang menutup
gerbang lautan, membuat petir, dan membentuk bumi. Selanjutnya ceramah berganti
tentang bintang-bintang. Ia berbicara tentang memberi makan singa, menyaksikan kambing
gunung beranak, membebaskan keledai liar, menundukkan lembu hutan, dan
memberikan tenaga kepada kuda. Ayub mengakui kekurangannya dan Allah terus
menuturkan kuasa penciptaan-Nya. Ia bersabda tentang kuda nil ciptaan-Nya, yang
belulangnya terbuat dari tembaga, dan buaya, yang menghembuskan uap dari
hidungnya.
Dengan rasa malu, Ayub mengakui bahwa ia telah
bercakap “tanpa pengertian” (Ayub 42:3). Lalu diakuinya, “dengan menyesal aku
duduk dalam debu dan abu” (ay.6).
Para pelajar Alkitab telah mencoba untuk
menjelaskan jawaban Allah yang tidak relevan itu, namun sulit menemukan
pemecahannya. Barangkali, implikasinya menjadi seperti ini: Jika Allah secara
pribadi terlibat dalam penciptaan alam semesta ini dan komit sepenuhnya pada
makhluk-makhluk memesona di dalamnya, pastilah Ia akan lebih memperhatikan
mereka yang diciptakan sesuai gambar-Nya. Yaitu Ayub…dan Anda… dan saya.
0 comments:
Post a Comment