“POTRET KASIH ALLAH”
05 Mei 2018
Kebungkaman Allah
“Mengapa Engkau
berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu
kesesakan?” (Mazmur 10:1).
Salah satu tantangan iman yang paling serius adalah
ketika Allah membisu di saat kemalangan merundung mereka yang percaya
kepada-Nya. Kita mengetahui beberapa dari janji-janji Alkitab yang menunjukkan
bahwa Allah menjawab doa-doa—terutama mereka yang sedang jatuh dan terpuruk. Baik
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru menekankan keberpihakan Allah kepada
mereka yang tertindas. Kita dibimbing untuk percaya bahwa Allah telah menjawab
doa kita bahkan sebelum kita mengucapkannya.
Namun mereka yang melayani Allah dengan setia
seringkali menemukan diri mereka dalam kondisi tersebut di atas. Mereka pontang-panting
di tepi jurang kebangkrutan. Lemari mereka seperti milik Mother Hubbard—kosong melompong.
Anak-anak menangis kelaparan. Sebuah rumah terbakar menjadi abu, tak ada waktu
untuk menyelamatkan apa pun. Angin topan menerbangkan sebuah mobil dan
menghempaskannya ke tanah sejauh 1 mil. Pencuri membongkar sebuah rumah dan
mengambil harta benda milik keluarga. Seorang ibu menderita kanker kulit dan
meninggal, menjadikan seorang bayi, seorang balita, dan seorang remaja
anak-anak piatu. Bisnis terjerembab ke dalam masa sulit dan selusin orang harus
dirumahkan, termasuk seorang ayah, satu-satunya pencari nafkah keluarga. Para penggosip
di gereja menyebarkan kabar burung tentang seorang penatua. Dan ini barulah
daftar yang singkat!
Pemazmur mendapati dirinya dalam situasi yang sama
dan meratapi kekejaman orang fasik. “Karena congkak orang fasik…dan orang yang
loba mengutuki dan menista TUHAN” (Mzm. 10:2,3). Orang-orang fasik “duduk
menghadang di gubuk-gubuk, di tempat yang tersembunyi…” (ay.8).
Tidak terlalu mengherankan ketika ia mengeluh
kepada TUHAN. “Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan
diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan?” (ay.1). “Bangkitkah, TUHAN! Ya Allah,
ulurkanlah tangan-Mu” (ay.12). Umumnya kita juga telah mengucapkan jeritan yang
sama di saat-saat tertentu. Dimanakah Allah sebenarnya di saat kita
membutuhkan-Nya? Kebungkaman Allah mulai menggerogoti gairah iman kita.
Di samping rasa frustasinya, pada akhirnya pemazmur
merasa yakin bahwa suatu hari, entah bagaimana Allah akan menanggapi dengan
positif. “Engkaulah yang melihat kesusahan dan sakit hati, supaya Engkau
mengambilnya ke dalam tangan-Mu sendiri. Kepada-Mulah orang lemah menyerahkan
diri: untuk anak yatim Engkau menjadi penolong” (ay.14). “TUHAN adalah Raja
untuk seterusnya dan selama-lamanya. Bangsa-bangsa lenyap dari tanah-Nya”
(ay.16). Tapi kapankah itu?
Dibutuhkan iman yang bulat untuk meyakini bahwa
segala sesuatunya akan menjadi lebih baik karena Allah peduli. Teodisi,
meskipun mungkin masuk akal, dapat terdengar kosong melompong, dan tidak mampu
menjawab jeritan hati nan parau. Namun demikian, Allah melihat…dan peduli,
bahkan di saat kita tidak merasakan kehadiran-Nya di sisi kita!
0 comments:
Post a Comment