Sunday, May 6, 2018

Renungan Pagi 07 Mei 2018



“POTRET KASIH ALLAH”
07 Mei 2018

Lagi, Mazmur yang Mengutuk

Orang-orang yang membenci aku tanpa alasan lebih banyak dari pada rambut di kepalaku…Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah mereka tercatat bersama-sama dengan orang-orang benar!” (Mazmur 69:5-29).

Apakah arti kata terakhir dalam judul renungan kita hari ini—“Mengutuk”? Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kita menemukan kata kerja “mengutuk” artinya mengatakan (mengenakan) kutuk, memohon kesusahan atau bencana menimpa seseorang. Dan terdapat cukup banyak syair semacam itu di dalam Mazmur. Dalam gejolak emosi mereka, para pemazmur menyalurkan perasaan mereka, berharap bukan yang terbaik tapi yang terburuk menimpa lawan-lawan mereka. Sebenarnya kita semua juga barangkali pernah mengalami perasaan-perasaan seperti itu.

Mengucap berkat atau kutuk di dalam masyarakat Timur Dekat kuno adalah hal yang serius, karena ada anggapan bahwa akibat yang diharapkan itu akan benar-benar terjadi. Ini berarti bahwa berkat atau kutuk adalah contoh-contoh Bahasa performatif. Asumsinya adalah bahwa ada kuasa di dalam kata-kata—ucapkan dan tunggulah sementara berkat atau kutuk menjadi kenyataan. Mengutuk di zaman Alkitab juga hal yang serius—lebih serius ketimbang sumpah serapah seorang tukang kayu kepada martil yang melesat dan mengenai jempol tangannya. Tukang kayu itu tahu di dalam hatinya bahwa kutukannnya tidak akan berakibat apa-apa.

Penulis Mazmur 69 sedang frustasi. Segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginannya. Nampaknya lawan-lawannya berada di atas angin. “Dengan kecapi peminum-peminum menyanyi tentang aku” (ay.13). di manakah Allah? “janganlah sembunyikan wajah-Mu…, sebab aku tersesak; segeralah menjawab aku!” (ay.18). “Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah mereka tercatat bersama-sama dengan orang-orang benar!” (ay.29).

Akan tetapi…bagaimana bila harapan pemazmur itu disandingkan dengan ucapan Yesus di kayu salib: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk.23:34).

Kontras ini terutama membentur kita karena banyak orang yang menganggap Mazmur 69 sebagai mazmur mesianik karena ayat 21 yang berbunyi: “Pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum angur asam,” yang terjadi di Golgota. Tapi dari keseluruhan konteks Mazmur 69, kata-katanya tidaklah seirama dengan ucapan Yesus. Bahkan natarator mengakui bahwa, “Kesalahan-kesalahanku tidak tersembunyi bagi-Mu” (ay.6).

Pelampiasan emosi dari pemazmur ini dapat dimengerti, tapi sungguh berlawanan dengan ajaran dan teladan Yesus—yang memang lebih mudah untuk diucapkan ketimbang dilakukan, namun itulah yang harus dicapai oleh seorang Kristen.

0 comments:

Post a Comment