“POTRET KASIH ALLAH”
07 Mei 2018
Lagi, Mazmur yang Mengutuk
“Orang-orang
yang membenci aku tanpa alasan lebih banyak dari pada rambut di kepalaku…Biarlah
mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah mereka tercatat bersama-sama
dengan orang-orang benar!” (Mazmur 69:5-29).
Apakah arti kata terakhir dalam judul renungan kita
hari ini—“Mengutuk”? Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kita menemukan kata
kerja “mengutuk” artinya mengatakan (mengenakan) kutuk, memohon kesusahan atau
bencana menimpa seseorang. Dan terdapat cukup banyak syair semacam itu di dalam
Mazmur. Dalam gejolak emosi mereka, para pemazmur menyalurkan perasaan mereka,
berharap bukan yang terbaik tapi yang terburuk menimpa lawan-lawan mereka. Sebenarnya
kita semua juga barangkali pernah mengalami perasaan-perasaan seperti itu.
Mengucap berkat atau kutuk di dalam masyarakat
Timur Dekat kuno adalah hal yang serius, karena ada anggapan bahwa akibat yang
diharapkan itu akan benar-benar terjadi. Ini berarti bahwa berkat atau kutuk
adalah contoh-contoh Bahasa performatif. Asumsinya adalah bahwa ada kuasa di
dalam kata-kata—ucapkan dan tunggulah sementara berkat atau kutuk menjadi
kenyataan. Mengutuk di zaman Alkitab juga hal yang serius—lebih serius
ketimbang sumpah serapah seorang tukang kayu kepada martil yang melesat dan
mengenai jempol tangannya. Tukang kayu itu tahu di dalam hatinya bahwa
kutukannnya tidak akan berakibat apa-apa.
Penulis Mazmur 69 sedang frustasi. Segala sesuatunya
tidak berjalan sesuai keinginannya. Nampaknya lawan-lawannya berada di atas angin.
“Dengan kecapi peminum-peminum menyanyi tentang aku” (ay.13). di manakah Allah?
“janganlah sembunyikan wajah-Mu…, sebab aku tersesak; segeralah menjawab aku!”
(ay.18). “Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah mereka tercatat
bersama-sama dengan orang-orang benar!” (ay.29).
Akan tetapi…bagaimana bila harapan pemazmur itu
disandingkan dengan ucapan Yesus di kayu salib: “Ya Bapa, ampunilah mereka,
sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk.23:34).
Kontras ini terutama membentur kita karena banyak
orang yang menganggap Mazmur 69 sebagai mazmur mesianik karena ayat 21 yang
berbunyi: “Pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum angur asam,” yang
terjadi di Golgota. Tapi dari keseluruhan konteks Mazmur 69, kata-katanya
tidaklah seirama dengan ucapan Yesus. Bahkan natarator mengakui bahwa, “Kesalahan-kesalahanku
tidak tersembunyi bagi-Mu” (ay.6).
Pelampiasan emosi dari pemazmur ini dapat
dimengerti, tapi sungguh berlawanan dengan ajaran dan teladan Yesus—yang memang
lebih mudah untuk diucapkan ketimbang dilakukan, namun itulah yang harus
dicapai oleh seorang Kristen.
0 comments:
Post a Comment