“POTRET KASIH ALLAH”
6 April 2018
Musik di Bait Allah
“Juga diangkatnya dari orang Lewi itu beberapa
orang sebagai pelayan…TUHAN, Allah Israel dan menyanyikan syukur dan
puji-pujian bagi-Nya…Yeiel yang harus memainkan gambus dan kecapi, sedang Asaf
harus memainkan ceracap” (1 Tawarikh 16:4,5).
Bukan hal yang mengejutkan apabila Daud, “pemazmur
yang disenangi di Israel” (2 Sam.23:1), sangat memperhatikan musik yang
digunakan dalam menyembah Allah. Ia bukan hanya pemain musik istana yang
berpengalaman (di istana Raja Saul, Anda ingat?) tapi juga seorang penulis lagu
yang berbakat. Para ahli Perjanjian Lama mengaitkannya dengan terbentuknya
kelompok musik Bait Allah.
Sejak zaman Perjanjian Lama, musik telah menjadi
bagian dari ibadah penyembahan. Sejak saat itu menyanyikan lagu-lagu pujian
atau memainkannya dengan alat musik telah menjadi bagian tak terpisahkan untuk
menyembah dan memuji Allah, serta menambah kekhidmatan ibadah umat-Nya.
Musik yang dimainkan di Timur Dekat kuno mungkin
terdengar aneh dan kurang harmonis bagi telinga kita. Tetapi penelitian
baru-baru ini menemukan bahwa musik Timur Dekat kuno tidak sepenuhnya buruk
bagi citarasa orang Barat (sebagai contoh, Anda dapat membuka situs: www.oeaw.ac.at/kal/mane/ [khususnya
dengarkan RS h.6] atau www.mythinglinks.org/neareast.html
[perhatikan Hurrian Hymn di bagian
bawah situs ini].) Orang Yahudi bukan satu-satunya bangsa Timur Dekat yang
menggunakan musik untuk mendukung ritual penyembahan mereka. Orang Mesir,
Mesopotamia, dan Kanaan juga melakukannya. Apakah Anda tahu bahwa petikan musik
paling awal yang diketemukan memiliki usia yang sama dengan abjad dalam
bentuknya yang paling awal juga—sebuah lagu pujian kepada Nikkal, seorang dewi
bulan?
Saat ini hampir tidak mungkin bagi seorang ahli
arkeologi musik untuk mengetahui dengan tepat bagaimana bunyi musik timur Dekat
kuno sebenarnya, tapi mereka mengetahui bahwa alat musik yang digunakan mencakup
senar, tiupan, dan alat-alat perkusi. Diduga setidaknya beberapa musik religious
ini memiliki irama ketukan yang kuat, yang membantu para penyembah untuk
mencapai kondisi gembira yang luar biasa, seperti yang dialami Daud ketika ia menari
di depan tabut sampai membuat malu Mikhal, anak perempuan Saul (2 Sam. 6:16),
atau ketika Elisa meminta seorang pemain harpa untuk membantunya mendapatkan
inspirasi (2 Raj.3:15).
Seperti dicatat sebelumnya, nampaknya Allah dapat
menerima perbedaan budaya kita masing-masing, seperti juga ekspresi musikal kita
dalam penyembahan. Jadi marilah kita bersikap lebih toleran terhadap mereka
yang memiliki selera musik rohani yang berbeda dengan kita.
0 comments:
Post a Comment