“POTRET KASIH ALLAH”
2 April 2018
Doa Yabes
“Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan
memperluas daerahku, dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku
dari pada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku!” (1 Tawarikh 4:10).
Kitab terakhir dalam Alkitab Ibrani (ya benar,
kitab Tawarikh) dimulai dengan daftar silsilah yang menjemukan (bagi kita)
berhalaman-halaman. “Abraham memperanakkan Ishak. Anak-anak Ishak ialah Esau
dan Israel. Anak-anak Esau ialah Elifas… Anak-anak Elifas…” (1 Taw. 1:34-36).
Namun secara berkala, daftar nama “anak-anak” dan
yang “memperanakkan” itu diberi selingan-selingan singkat yang sering tidak
kita sadari. Salah satu selingan itu bercerita tentang seorang bernama Yabes,
yang “lebih dimuliakan dari pada saudara-saudaranya” (1 Taw.4:9). Mengapa ia “lebih
dimuliakan” merupakan sebuah misteri” tapi bukan suatu rahasia mengapa Yabes
saat ini “lebih dimuliakan” ketimbang seluruh keluarganya. Bruce Wilkinson
menulis sebuah buku laris berjudul The
prayer of Jabez, dan yang menjadi sangat terkenal.
Wilkinson menulis: “Saya ingin mengajarkan kepada
Anda bagaimana mendoakan sebuah doa yang berani yang selalu dijawab oleh Allah”
dan menyuruh pembacanya untuk mengulangi doa Yabes setiap hari sehingga
hari-hari mereka boleh diberkati oleh Allah dengan mukjizat-mukjizat yang belum
pernah terjadi sebelumnya.
Apakah yang didoakan oleh Yabes? Permintannya yang
unik terdapat pada ayat hari ini. Ia berdoa untuk memperluas wilayah
kekuasaannya dan memohon dilepaskan dari “malapetaka, sehingga kesakitan tidak
menimpa” dia. Sementara berjuta-juta pembaca saat ini mengulangi doa tersebut
setiap hari, akan bermanfaat bagi kita untuk membandingkannya dengan doa
Salomo: “Berilah sekarang kepadaku hikmat dan pengertian, supaya aku dapat
keluar dan masuk sebagai pemimpin bangsa ini” ( 2 Taw. 1:10). Kelihatan sekali
bahwa kedua doa ini sangat berbeda. Di satu pihak, doa Yabes menonjolkan
kepentingan sendiri—bertambah luasnya kepemilikan tanah dan kebebasan dari
kesulitan dan penyakit. Di lain pihak, doa Salomo menunjukkan penyangkalan diri—kehausan
akan hikmat sehingga dapat memimpin dengan bijak.
Barangkali yang paling mengejutkan tentang doa
Yabes ini adalah “Allah mengabulkan permintaannya itu’ (1 Taw. 4:10). Bukankah
kebanyakan kita belum mengalami hal yang serupa dalam hidup ini—padahal doa
yang kita panjatkan sudah sangat egois? Seperti seorang gembala yang sering
mengatakan, “Allah itu baik,” yang dijawab oleh jemaat, “Setiap waktu.” Dan ia
mengulangi, “Setiap waktu,” dan disambut oleh jemaat dalam satu suara, “Allah
itu baik.”
Tentu saja doa Salomo, yang juga dikabulkan oleh
Allah, adalah contoh doa yang jauh lebih baik untuk ditiru oleh kita.
0 comments:
Post a Comment