Saturday, March 31, 2018

Renungan Pagi 1 April 2018

“POTRET KASIH ALLAH”
1 April 2018

Keluarga Raja Daud

“Semuanya itu anak-anak Daud, belum terhitung anak-anak dari gundik-gundik” (1 Tawarikh 3:9).

Sungguh bacaan yang aneh untuk sebuah renungan pagi! Tetapi teks ini ada di Alkitab. Bagaimanakah menurut Anda? Apakah memang beberapa bagian Alkitab tidak cocok untuk saat teduh? Mungkin saja demikian. Tetapi bisa jadi kita menemukan potret kasih Allah yang lain di sini untuk mengisi album potret yang sudah kita dapat dari Daud…dan yang lainnya.

Bukan rahasia lagi (meski mungkin mengejutkan bagi anak-anak) bahwa Daud memiliki banyak istri dan gundik, begitu pula tokoh-tokoh Alkitab lainnya. Apakah yang harus kita perbuat dengan data yang anomali (bagi kita) ini?

Tradisi keluarga pada zaman Alkitab (ingat bahwa budaya Timur Dekat sangat berbeda dengan cara hidup orang Barat) sering mengagetkan—bahkan membuat kita terperanjat. Mereka biasa menganggap kaum wanita sebagai harta benda, bukan sebagai manusia. Bahkan dalam Sepuluh Firman, diucapkan dan kemudian ditulis oleh Allah sendiri, seorang istri disebut dalam satu tarikan napas bersama dengan rumah, lembu, keledai, budak, dan harta milik lainnya (kel.20:17). (Bahkan ada beberapa bukti dalam beberapa kebudayaan yang memandang wanita sebagai makluk yang berbeda dari pria!)

Selain itu, dalam masyarakat Israel kuno (di Mesir misalnya) pernikahan yang ideal adalah antar kerabat dekat—terutama antar sepupu, atau bahkan antar saudara tiri. Dan memiliki banyak istri bukan hal luar biasa. Selain itu, budak perempuan dapat menjadi kekasih majikannya sehingga naik statusnya menjadi lebih tinggi daripada pembantu rumah tangga lainnya tetapi dengan hak-hak yang lebih sedikit dibandingkan istri-istri utama. Para istri level kedua ini disebut gundik. Kebiasaan yang aneh (bagi kita) lainnya adalah “perkawinan turun ranjang” (dalam Bahasa Inggris Levirate Marriage, istilah yang tidak ada kaitannya dengan suku Lewi). Lembaga ini, yang masih berlaku dalam beberapa masyarakat adat, mengharuskan seorang pria untuk mengawini istri adik/kakaknya yang belum memiliki anak saat suaminya meninggal.

Begitulah Daud membentuk sebuah keluarga yang berbeda dari keluarga masa kini. Meskipun demikian, Samuel menyebut bahwa bagi TUHAN ia adalah ‘seorang yang berkenan di hati-Nya” (1 Sam.13:14). (Abraham, yang keluarganya juga berbeda dengan keluarga kita saat ini, disebut sebagai “Sahabat Allah” dan “yang Kukasihi” [Yak.2:23; Yes.41:8]). Syukur kepada Allah yang menerima siapa kita, apa adanya, di manapun kita berada. Ia dapat menggunakan kita bila kita membuka diri pada bimbingan-Nya dan mengabdi kepada-Nya. Allah lebih besar daripada budaya manusia dan dapat bekerja di dalamnya sambil juga mengubahnya.

0 comments:

Post a Comment