“POTRET KASIH ALLAH”
1 April 2018
Keluarga Raja Daud
“Semuanya itu anak-anak Daud, belum terhitung
anak-anak dari gundik-gundik” (1 Tawarikh 3:9).
Sungguh bacaan yang aneh untuk sebuah renungan
pagi! Tetapi teks ini ada di Alkitab. Bagaimanakah menurut Anda? Apakah memang
beberapa bagian Alkitab tidak cocok untuk saat teduh? Mungkin saja demikian.
Tetapi bisa jadi kita menemukan potret kasih Allah yang lain di sini untuk
mengisi album potret yang sudah kita dapat dari Daud…dan yang lainnya.
Bukan rahasia lagi (meski mungkin mengejutkan bagi
anak-anak) bahwa Daud memiliki banyak istri dan gundik, begitu pula tokoh-tokoh
Alkitab lainnya. Apakah yang harus kita perbuat dengan data yang anomali (bagi
kita) ini?
Tradisi keluarga pada zaman Alkitab (ingat bahwa
budaya Timur Dekat sangat berbeda dengan cara hidup orang Barat) sering mengagetkan—bahkan
membuat kita terperanjat. Mereka biasa menganggap kaum wanita sebagai harta
benda, bukan sebagai manusia. Bahkan dalam Sepuluh Firman, diucapkan dan
kemudian ditulis oleh Allah sendiri, seorang istri disebut dalam satu tarikan
napas bersama dengan rumah, lembu, keledai, budak, dan harta milik lainnya
(kel.20:17). (Bahkan ada beberapa bukti dalam beberapa kebudayaan yang
memandang wanita sebagai makluk yang berbeda dari pria!)
Selain itu, dalam masyarakat Israel kuno (di Mesir
misalnya) pernikahan yang ideal adalah antar kerabat dekat—terutama antar
sepupu, atau bahkan antar saudara tiri. Dan memiliki banyak istri bukan hal
luar biasa. Selain itu, budak perempuan dapat menjadi kekasih majikannya
sehingga naik statusnya menjadi lebih tinggi daripada pembantu rumah tangga
lainnya tetapi dengan hak-hak yang lebih sedikit dibandingkan istri-istri
utama. Para istri level kedua ini disebut gundik. Kebiasaan yang aneh (bagi
kita) lainnya adalah “perkawinan turun ranjang” (dalam Bahasa Inggris Levirate Marriage, istilah yang tidak
ada kaitannya dengan suku Lewi). Lembaga ini, yang masih berlaku dalam beberapa
masyarakat adat, mengharuskan seorang pria untuk mengawini istri adik/kakaknya
yang belum memiliki anak saat suaminya meninggal.
Begitulah Daud membentuk sebuah keluarga yang
berbeda dari keluarga masa kini. Meskipun demikian, Samuel menyebut bahwa bagi
TUHAN ia adalah ‘seorang yang berkenan di hati-Nya” (1 Sam.13:14). (Abraham,
yang keluarganya juga berbeda dengan keluarga kita saat ini, disebut sebagai
“Sahabat Allah” dan “yang Kukasihi” [Yak.2:23; Yes.41:8]). Syukur kepada Allah
yang menerima siapa kita, apa adanya, di manapun kita berada. Ia dapat
menggunakan kita bila kita membuka diri pada bimbingan-Nya dan mengabdi
kepada-Nya. Allah lebih besar daripada budaya manusia dan dapat bekerja di
dalamnya sambil juga mengubahnya.
0 comments:
Post a Comment