“POTRET KASIH ALLAH”
28 Maret 2018
Pertempuran Melawan Moab
“Lalu berkatalah raja Israel: “Wahai, TUHAN telah
memanggil ketiga raja ini untuk menyerahkan mereka ke dalam tangan Moab!’
Tetapi bertanyalah Yosafat: ‘Tidak adakah di sini seorang nabi TUHAN, supaya
dengan perantaraannya kita meminta petunjuk TUHAN?” (2 Raja-raja 3:10:11).
Mesa, raja Moab, telah menjadi sekutu raja Israel,
Ahab. Setiap tahun ia harus membayar upeti kepada Israel berupa 100.000 anak
domba dan bulu dari 100.000 domba jantan (2 Raj. 3:4). Jumlah sebanyak itu
tentunya sangat membebani kondisi keuangan negaranya.
Begitu Ahab mati dan digantikan oleh Yoram anaknya,
Mesa pun melancarkan pemberontakan dan membatalkan perjanjian yang
memberatkannya itu. Maka Yoram pun meminta bantuan militer kepada Yosafat, raja
Yehuda, dan juga kepada raja Edom. Tentu saja persekutuan tiga negara ini
sangat rapuh mengingat hubungan mereka yang kurang harmonis.
Selama tujuh hari tentang gabungan menyerang Moab,
tapi mereka kehabisan “air untuk tentara dan untuk hewan yang mengikuti mereka”
(ay.9). Situasi ini berubah menjadi bencana dan seluruh bala tentara itu segera
menjadi seperti barisan mayat hidup yang berjalan di terik matahari Timur
Tengah.
Menghadapi situasi mengerikan ini, Raja Yoram
berkata, “Wahai, TUHAN telah memanggil ketiga raja ini untuk menyerahkan mereka
ke dalam tangan Moab!” (ay.10). Kata-katanya terdengar saleh, seolah-olah dia
berkata, “Ini adalah kehendak Allah.” Tetapi teologi seperti itu di satu pihak
terdengar Calvinistis, tapi di lain pihak fatalistis. Ia menganggap bahwa
apapun yang terjadi—baik, buruk, netral—adalah apa yang telah diatur oleh Allah
sejak kekekalan. Tapi apakah semuanya melulu kehendak Allah? Apakah Ia
menghendaki hilangnya 10 hingga 20 hektar hutan tropis setiap menitnya?
Pelecehan yang dialami dua puluh lima persen anak perempuan? Angin topan,
tornado, dan tsunami yang meluluhlantakkan? Dua puluh ribu hingga 40.000 orang
yang mati kelaparan setiap harinya? Sembilan puluh delapan ribu pasien yang
mati setiap tahun karena malpraktik?
Dari menganggap semua kejadian sebagai kehendak
Allah, lebih baik kiranya bersikap seperti Yosafat yang memiliki cara pandang
positif. Ia merasa sudah waktunya berpaling kepada Allah, ‘Tidak adakah di sini
seorang nabi TUHAN, supaya dengan perantaraannya kita meminta petunjuk TUHAN?”
(ay.11).
Tentu saja saat ini tidak ada nabi yang tinggal di
sekitar kita, tapi kita dapat menyelidiki nasihat tertulis dari Allah. Dan pasti
banyak cara untuk melangkah sesuai dengan kehendak-Nya, meski hal itu tidak
selalu dapat kita mengerti dengan gamblang.
0 comments:
Post a Comment