“POTRET KASIH ALLAH”
27 Mei 2018
Imanuel
“Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan
seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel” (Yesaya 7:14).
Ahas, raja Yehuda yang
berusia 21 tahun, takut kehilangan nyawanya—dan bukan tanpa alasan. Rezin, raja
Aram, dan Pekah, raja Israel, telah membentuk raksasa yang dahsyat untuk
menyerang Asyur. Malangnya (bagi mereka dan belakangan bagi Yehuda), raja Ahas
menolak bergabung dengan mereka dan meminta pertolongan raja Asyur
Tiglat-Pileser III. Sebagai akibatnya, raja Rezin dan Pekah menyerang wilayah
kerajaan Yehuda dan bahkan mengepung Yerusalem, ibukota Ahas. Tujuan mereka
adalah untuk membunuh Ahas, sekaligus mengakhiri keturunan Daud, dan mengangkat
raja boneka, anak Tabeel (Yes.7:6).
Masuklah nabi Yesaya.
Namanya (yang berarti “TUHAN akan menyelamatkan”) dan nama anak-anaknya,
Syear-Yasyub (“suatu sisa yang akan kembali”) dan kemudian
Maher-Syalal-Hash-Bas (“perampasan yang cepat, penjarahan yang buru-buru,”
merujuk pada penyerangan Asyur ke Samaria dan Damsyik), berperan sebagai “tanda
dan alamat” dari inspirasi Ilahi (Yes.8:18). Terlepas dari kemurtadan Ahas,
Allah telah mengirim Yesaya dan si kecil Syear-Yasyub (dan mungkin istri Yesaya
juga) untuk meneguhkan sang raja.
Di samping ancaman yang
nyata dari Raja Rezin dan Pekah, Allah meyakinkan Raja Ahas bahwa keturunan
Raja Daud tidak akan lenyap oleh rancangan jahat mereka. Yesaya menunjuk pada
seorang istri yang masih muda, yang sedang berdiri di sana, dan berkata,
“Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang
anak-anak.” Dan kepada wanita itu ia memerintahkan, “Ia akan menamakan Dia
Imanuel” (Yes.7:14). Seperti nama Yesaya dan anak sulungnya, nama ini juga
disebut oleh para sarjana mengandung arti sebuah kalimat. Artinya “Allah
beserta kita.” Selanjutnya, ketika “anak pertanda” itu berusia 2 tahun, Raja
Rezin dan Raja Pekah tidak lagi menjadi ancaman, karena mereka telah mati.
Di dalam pasal 8, yang
tata kalimatnya menyatu dengan pasal 7, Yesaya menjelaskan bagaimana “anak
pertanda” itu akan tumbuh. Ia menghabiskan malam yang indah dengan istrinya.
Sembilan bulan kemudian ia melahirkan si “perampasan yang cepat, penjarahan
yang buru-buru” alias “Allah beserta kita.” Nama ini juga yang kelak diterapkan
pada Yesus, seorang “anak pertanda” lain, yang meyakinkan orang-orang yang
susah bahwa Allah, sesungguhnya Ia, beserta kita.
Seringkali kita
melupakan, di saat-saat dirundung krisis, bahwa kita tidak sendirian. Ketika
segalanya menjadi berat, kita juga perlu mengingat pesan yang abadi dan menawan
hati ini: Allah beserta kita—Imanuel!
0 comments:
Post a Comment