“POTRET KASIH ALLAH”
28 Mei 2018
Hati yang Terluka
“Hatiku menjerit melihat keadan Moab” (Yesaya 16:11).
Orang-orang di tanah Moab
dapat menelusuri garis keturunan nenek moyang mereka hingga ke Lot, keponakan
Abraham. Setelah penghancuran Sodom, Anda kembali ingat, Lot dan dua anak
perempuannya tinggal di sebuah gua yang menghadap ke Laut Mati. Karena tidak
ada calon suami yang lain di daerah terpencil itu, mereka lalu membuat mabuk
Lot dan mengandung anak darinya. Si sulung menamai anaknya Moab, leluhur suku
bangsa Moab, yang terus tinggal di daerah terpencil itu.
Para sepupu bangsa Israel
ini tidak selalu bersikap ramah. Musa berniat mengajak bangsa Israel melewati
daerah bangsa Moab setelah keluar dari Mesir, tetapi penguasa Moab menolak
permintaan itu. Belakangan Balak, raja Moab, mengupah Bileam untuk mengutuk
bangsa Israel. Puncaknya, bangsa Moab menarik sepupu mereka menuju kemurtadan.
(Kamos adalah dewa utama bangsa Moab.) hubungan antara bangsa Moab dan bangsa
Israel berlanjut naik turun. Persahabatan jarang mewarnai hubungan kedua bangsa
tersebut.
Allah memberi ramalan
malapetaka melalui Yesaya untuk bangsa Moab yang angkuh dan terlalu percaya
diri itu (Yes.16:6). Bangsa Moab pun mengalami masa-masa sulitnya. “Rumput
sudah kering… tidak ada lagi tumbuh-tumbuhan hijau” (Yes.15:6). Bangsa itu pun
berpencaran melarikan diri, meninggalkan tanah air mereka (Yes.5:8). “Seperti…isi
sarang yang diusir, demikianlah anak-anak perempuan Moab” (Yes.16;2).
Meskipun bangsa Yehuda
menyadari bahwa sepupu mereka sedang berada di ladang mereka, Allah menyuruh
mereka untuk melakukan apa yang beberapa abad lalu ditolak oleh bangsa Moab—membiarkan
mereka lewat dan memberikan bantuan. “Sembunyikanlah orang-orang yang terbuang,
janganlah khianati orang-orang pelarian! Biarlah orang-orang terbuang dari Moab
menumpang padamu, jadilah tempat persembunyian baginya terhadap si pembinasa!”
(ay.3,4).
Penghakiman atas Moab
tidak boleh disambut dengan sorak-sorai. “Sebab itu biarlah orang Moab meratap,
seorang karena yang lain, biarlah sekaliannya meratap” (ay.7). Selama masa
penuh terror itu “orang-orang bersenjata di Moab berseru-seru, jiwanyapun
gemetar” (Yes.15:4), tetapi mereka sendirian dalam kegentaran. Allah turut
pedih melihat penderitaan mereka, dan bersama mereka turut gemetar, meski
mereka bukan bangsa pilihan-Nya. “Aku berteriak karena Moab” (Yes.16:11).
Begitulah cara Allah
berhubungan dengan penderitaan manusia. “Dalam segala kesesakan mereka… Ia
sendirilah yang menyelamatkan mereka” (Yes.63:9). Terlepas dari alasan
penderitaan kita, Allah turut menderita bersama kita. Ia terluka tatkala kita
terluka.
0 comments:
Post a Comment