Sunday, May 27, 2018

Renungan Pagi 28 Mei 2018



“POTRET KASIH ALLAH”
28 Mei 2018

Hati yang Terluka
Hatiku menjerit melihat keadan Moab” (Yesaya 16:11).
Orang-orang di tanah Moab dapat menelusuri garis keturunan nenek moyang mereka hingga ke Lot, keponakan Abraham. Setelah penghancuran Sodom, Anda kembali ingat, Lot dan dua anak perempuannya tinggal di sebuah gua yang menghadap ke Laut Mati. Karena tidak ada calon suami yang lain di daerah terpencil itu, mereka lalu membuat mabuk Lot dan mengandung anak darinya. Si sulung menamai anaknya Moab, leluhur suku bangsa Moab, yang terus tinggal di daerah terpencil itu.
Para sepupu bangsa Israel ini tidak selalu bersikap ramah. Musa berniat mengajak bangsa Israel melewati daerah bangsa Moab setelah keluar dari Mesir, tetapi penguasa Moab menolak permintaan itu. Belakangan Balak, raja Moab, mengupah Bileam untuk mengutuk bangsa Israel. Puncaknya, bangsa Moab menarik sepupu mereka menuju kemurtadan. (Kamos adalah dewa utama bangsa Moab.) hubungan antara bangsa Moab dan bangsa Israel berlanjut naik turun. Persahabatan jarang mewarnai hubungan kedua bangsa tersebut.
Allah memberi ramalan malapetaka melalui Yesaya untuk bangsa Moab yang angkuh dan terlalu percaya diri itu (Yes.16:6). Bangsa Moab pun mengalami masa-masa sulitnya. “Rumput sudah kering… tidak ada lagi tumbuh-tumbuhan hijau” (Yes.15:6). Bangsa itu pun berpencaran melarikan diri, meninggalkan tanah air mereka (Yes.5:8). “Seperti…isi sarang yang diusir, demikianlah anak-anak perempuan Moab” (Yes.16;2).
Meskipun bangsa Yehuda menyadari bahwa sepupu mereka sedang berada di ladang mereka, Allah menyuruh mereka untuk melakukan apa yang beberapa abad lalu ditolak oleh bangsa Moab—membiarkan mereka lewat dan memberikan bantuan. “Sembunyikanlah orang-orang yang terbuang, janganlah khianati orang-orang pelarian! Biarlah orang-orang terbuang dari Moab menumpang padamu, jadilah tempat persembunyian baginya terhadap si pembinasa!” (ay.3,4).
Penghakiman atas Moab tidak boleh disambut dengan sorak-sorai. “Sebab itu biarlah orang Moab meratap, seorang karena yang lain, biarlah sekaliannya meratap” (ay.7). Selama masa penuh terror itu “orang-orang bersenjata di Moab berseru-seru, jiwanyapun gemetar” (Yes.15:4), tetapi mereka sendirian dalam kegentaran. Allah turut pedih melihat penderitaan mereka, dan bersama mereka turut gemetar, meski mereka bukan bangsa pilihan-Nya. “Aku berteriak karena Moab” (Yes.16:11).
Begitulah cara Allah berhubungan dengan penderitaan manusia. “Dalam segala kesesakan mereka… Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka” (Yes.63:9). Terlepas dari alasan penderitaan kita, Allah turut menderita bersama kita. Ia terluka tatkala kita terluka.

0 comments:

Post a Comment