Monday, April 23, 2018

Renungan Pagi 24 April 2018


“POTRET KASIH ALLAH”
24 April 2018

Berdoa untuk Apa?

“Balikkanlah cercaan mereka menimpa kepala mereka sendiri dan serahkanlah mereka menjadi jarahan di tanah tempat tawanan. Jangan Kaututupi kesalahan mereka, dan dosa mereka jangan Kauhapus dari hadapan-Mu” (Nehemia 4:4,5).

Kiprah pembangunan kembali Yerusalem dan bait suci-Nya bukanlah tanpa hambatan. Terjadi beberapa kemajuan dan kemunduran di dalamnya. Kadang-kadang hambatan muncul dari tingkah “orang-orang setempat”, dan terkadang rintangan datang dari perilaku orang-orang Israel sendiri. Apa pun sumber kemacetan itu, selain membuat kecewa para pemimpin, mereka juga menjadi frustasi.

Tetapi doa pembalasan Nehemia cukup mengagetkan kita. Ia berdoa agar hal-hal buruk terjadi pada lawan-lawannya. Ia bahkan memerintahkan Allah untuk tidak mengampuni mereka. Tidak terdengar seperti “cintailah musuhmu,” bukan? Bagaimanaka sebuah doa yang berisi kutukan seperti itu dapat dibenarkan? Dan memang, di bawah terang ajaran dan hidup Yesus, hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Namun demikian, ada sesuatu yang harus kita mengerti di sini.

Kita menggunakan komunikasi—baik lisan maupun tertulis—dalam lima cara yang berbeda. Dan setiap jenis “ucapan” memiliki tujuannya yang khusus. Komunikasi informatif berisi nama-nama dan informasi. Ensiklopedia dan buku tahunan adalah contoh dari bahasa informatif. Komunkasi kognitif bertujuan untuk membagikan gagasan. Buku-buku teologi dan editorial menggunakan Bahasa kognitif. Komunikasi afektif membagikan dan membangkitkan emosi. Kartu ucapan, umpatan, dan rayuan adalah bentuk-bentuk Bahasa afektif. Komunikasi performatif menghasilkan tindakan. Peraturan dan perintah adalah jenis Bahasa performatif. Dan komunikasi Phatic adalah obrolan yang dapat menurunkan ke tegangan dan membangun kesetia-kawanan. Salam, ucapan selamat jalan, dan icebreaker adalah contoh-contoh Bahasa phatic. Tidak satupun dari jenis-jenis ucapan ini buruk, masing-masing cocok untuk saat yang tepat dan dalam situasi yang cocok. Kita perlu mengenali jenis bahasa yang digunakan agar dapat mengerti komunikasi yang terjadi.

Seperti dalam puisi dan lagu pujian, begitu pula dalam doa kita sering menggunakan Bahasa afektif. Sekarang kita dapat kembali ke Nehemia dan doa pembalasannya. Ia merasa frustasi dan melampiaskan kemarahannya kepada Allah. Dan Nampak bagi saya sendiri bahwa Allah menganggap serius Bahasa afektif kita (seperti saat kita marah dan mengoceh kepada Dia). Namun Ia tidak mengartikan bahasa kita secara harfiah. Ia mengetahui bahwa kita menggunakan Bahasa afektif untuk mengekspresikan sukacita saat kita bergembira dan kemarahan saat kita sedih dan kecewa. Dan para pelajar Alkitab yang cermat tidak akan membangun teologi dari apa yang terucap dalam sebuah komunikasi afektif.

0 comments:

Post a Comment