Sunday, April 22, 2018

Renungan Pagi 23 April 2018


“POTRET KASIH ALLAH”
23 April 2018

Siapakah yang Benar?

“Dan raja menyuruh panglima-panglima perang dan orang-orang berkuda menyertai aku” (Nehemia 2:9).

Laporan Nehemia bahwa Raja Artahsasta menyertakan pengawalan militer tidak mengesankan adanya situasi perang. Perjalanan yang dilakukan pada zaman itu memang cukup berbahaya. Oh, bahayanya bukan karena kempis ban, meskipun memang jika menggunakan kereta kuda bisa saja terjadi ada roda atau as roda yang patah. Bukan juga bahaya karena tabrakan antar kendaraan. Bukan, bahaya tersebut datang dalam bentuk serangan oleh para perampok. Berdasarkan hukum yang berlaku di Mesopotamia saat itu, para pedagang harus mengganti barang-barang yang dirampok dalam perjalanan. Karenja itulah para pelintas pada umumnya tidak pergi sendirian tapi membentuk rombongan. Meskipun kemudian ada serangan dari para penjahat, mereka biasanya akan selamat karena jumlah orang yang memadai.

Dengan bijaksana (dan hati-hati), raja menyediakan pengawalan bagi perjalanan panjang Nehemia dari Susan ke Yerusalem. Pengawalan tersebut tentu saja membuat raja harus mengeluarkan biaya untuk tentara dan pasukan berkudanya—upah dan makanan, serta pakan untuk kuda. Tetapi hal itu juga demi kepentingan Artahsasta sendiri, untuk memastikan bahwa Nehemia akan kembali pada kerajaannya sebagai juru minuman di Persia.

Demikianlah segalanya berlangsung sesuai rencana, Raja Artahsasta memberikan perlindungan bagi keselamatan Nehemia di perjalanan, dan Nehemia pun menerima niat baik sang raja. Tetapi…

Ketika Ezra meminta kepada raja yang sama bantuan untuk membangun kembali kampung halamannya, ia menolak pengawalan militer, meskipun saat itu ia harus membawa 24,5 ton emas, 3,75 ton perak, ditambah peralatan bait suci terbuat dari tembaga, perak, dan emas (Ezra, Achor Bible, hlm.67,68).
Mengapa? “Karena aku malu meminta tentara dan orang-orang berkuda kepada raja untuk mengawal kami terhadap musuh di jalan; sebab kami telah berkata kepada raja, demikian: “Tangan Allah kami melindungi semua orang yang mencari Dia demi keselamatan mereka, tetapi kuasa murka-Nya menimpa semua orang yang meninggalkan Dia.’ Jadi berpuasalah kami dan memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami” (Ez.8:22,23).

Bagaimana kita harus memandang hal ini? Di satu pihak, Ezra, orang pilihan Allah itu, menolak pengawalan militer dari Artahsasta untuk mengamankan perjalanannya ke Yerusalem. Ia beralasan bahwa pengawalan itu akan menunjukkan kurangnya iman. Di pihak lain, Nehemia, juga seorang pilihan Allah, menerima pengawalan bersenjata dari raja yang sama. Jelas ia tidak menganggap pengawalan itu sebagai tanda kurangnya iman. Apakah Ezra yang benar sedangkan Nehemia salah? Apakah iman Ezra adalah iman yang angku? Apakah Nehemia lebih bijak dalam hal ini? Mungkin bukan hak kita untuk menghakimi.

0 comments:

Post a Comment