“POTRET KASIH ALLAH”
23 April 2018
Siapakah yang Benar?
“Dan raja menyuruh panglima-panglima perang dan
orang-orang berkuda menyertai aku” (Nehemia 2:9).
Laporan Nehemia bahwa Raja Artahsasta menyertakan
pengawalan militer tidak mengesankan adanya situasi perang. Perjalanan yang
dilakukan pada zaman itu memang cukup berbahaya. Oh, bahayanya bukan karena
kempis ban, meskipun memang jika menggunakan kereta kuda bisa saja terjadi ada
roda atau as roda yang patah. Bukan juga bahaya karena tabrakan antar
kendaraan. Bukan, bahaya tersebut datang dalam bentuk serangan oleh para
perampok. Berdasarkan hukum yang berlaku di Mesopotamia saat itu, para pedagang
harus mengganti barang-barang yang dirampok dalam perjalanan. Karenja itulah
para pelintas pada umumnya tidak pergi sendirian tapi membentuk rombongan. Meskipun
kemudian ada serangan dari para penjahat, mereka biasanya akan selamat karena
jumlah orang yang memadai.
Dengan bijaksana (dan hati-hati), raja menyediakan
pengawalan bagi perjalanan panjang Nehemia dari Susan ke Yerusalem. Pengawalan tersebut
tentu saja membuat raja harus mengeluarkan biaya untuk tentara dan pasukan
berkudanya—upah dan makanan, serta pakan untuk kuda. Tetapi hal itu juga demi
kepentingan Artahsasta sendiri, untuk memastikan bahwa Nehemia akan kembali
pada kerajaannya sebagai juru minuman di Persia.
Demikianlah segalanya berlangsung sesuai rencana,
Raja Artahsasta memberikan perlindungan bagi keselamatan Nehemia di perjalanan,
dan Nehemia pun menerima niat baik sang raja. Tetapi…
Ketika Ezra meminta kepada raja yang sama bantuan
untuk membangun kembali kampung halamannya, ia menolak pengawalan militer,
meskipun saat itu ia harus membawa 24,5 ton emas, 3,75 ton perak, ditambah
peralatan bait suci terbuat dari tembaga, perak, dan emas (Ezra, Achor Bible,
hlm.67,68).
Mengapa? “Karena aku malu meminta tentara dan
orang-orang berkuda kepada raja untuk mengawal kami terhadap musuh di jalan;
sebab kami telah berkata kepada raja, demikian: “Tangan Allah kami melindungi
semua orang yang mencari Dia demi keselamatan mereka, tetapi kuasa murka-Nya
menimpa semua orang yang meninggalkan Dia.’ Jadi berpuasalah kami dan
memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami”
(Ez.8:22,23).
Bagaimana kita harus memandang hal ini? Di satu
pihak, Ezra, orang pilihan Allah itu, menolak pengawalan militer dari
Artahsasta untuk mengamankan perjalanannya ke Yerusalem. Ia beralasan bahwa
pengawalan itu akan menunjukkan kurangnya iman. Di pihak lain, Nehemia, juga
seorang pilihan Allah, menerima pengawalan bersenjata dari raja yang sama. Jelas
ia tidak menganggap pengawalan itu sebagai tanda kurangnya iman. Apakah Ezra
yang benar sedangkan Nehemia salah? Apakah iman Ezra adalah iman yang angku?
Apakah Nehemia lebih bijak dalam hal ini? Mungkin bukan hak kita untuk
menghakimi.
0 comments:
Post a Comment