“POTRET KASIH ALLAH”
26 April 2018
Kesimpulan yang Gegabah
“Karena kelakuan sang ratu itu akan merata kepada
semua perempuan, sehingga mereka tidak menghiraukan suaminya” (Ester 1:17).
“Pada tahun ketiga dalam pemerintahannya,
diadakanlah oleh baginda [Raja Ahasyweros] perjamuan bagi semua pembesar dan
pegawainya; tentara Persia dan Media, kaum bangsawan dan pembesar daerah…berhari-hari
lamanya, sampai seratus delapan puluh hari” (Est.1:3,4). Seolah-olah belum
cukup, seusai pesta itu ia melangsungkan sebuah perjamuan lagi, dengan
mengikutsertakan rakyat Susan sebagai tamu. Pesta ini berlangsung hanya satu
minggu. Pada saat yang bersamaan, Ratu Wasti mengadakan perjamuan bagi para
wanita di kerajaan.
Pada hari terakhir dari segala pertunjukan
kemewahan ini, raja Persia berada dalam keadaan mabuk. Ia memerintahkan
pembantu terdekatnya untuk “membawa Wasti, sang ratu, dengan memakai mahkota
kerajaan, menghadap raja untuk memperlihatkan kecantikannya kepada sekalian
rakyat dan pembesar” (ay.11).
Karena alasan yang tidak diketahui, ratu menolak
undangan itu. Barang kali ia terlalu sibuk dengan perjamuan yang diadakannya
untuk para wanita. Mungkin juga ia sedang sakit kepala. Tradisi rabinik
menyebutkan bahwa sang raja menginginkan ratu tampil hanya dengan mengenakan
mahkota saja. Tetapi tetap saja, penolakannya merupakan sesuatu yang sangat
tidak lazim di dalam budaya patriarkal, di mana wanita tidak terlalu
diperhitungkan dan para istri adalah harta milik suami mereka dan diharapkan
untuk bersembah sujud kepada suami, yang kerap mereka panggil dengan sebutan “tuan.”
Syukurlah kata “taat” sudah dibuang dalam janji perkawinan modern. Dan sangat
membahagiakan bahwasanya di dalam masyarakat Barat yang sudah beradab, wanita
bukan lagi termasuk “harta benda,” tapi dianggap sebagai rekan bagi pria.
Raja Ahasyweros memuncak amarahnya akibat
penghinaan yang dilakukan di depan umum itu. Jelas sekali ratu telah
mempermalukannya—dengan sangat. Untuk mengembalikan rasa hormatnya, ia berembuk
dengan para penasihat terdekatnya, dan salah seorang dari mereka menjawab, “Wasti,
sang ratu, bukan bersalah kepada raja saja, melainkan juga kepada semua
pembesar dan segala bangsa yang di dalam segala daerah Raja Ahasyweros”
(ay.16). lalu Memukan melanjutkan kesimpulannya yang gegabah itu dengan sebuah
permohonan agar “Wasti dilarang menghadap Raja Ahasyweros, dan bahwa raja akan
mengaruniakan kedudukannya sebagai ratu kepada orang lain yang lebih baik dari
padanya” (ay.19). dan begitulah diputuskan oleh raja, yang untungnya masih
mengampuni jiwa Ratu Wasti.
Meskipun hal semacam itu umum dijumpai pada masa
kini, akan lebih baik jika kita dengan bijak berpikir dua kali sebelum
mengambil kesimpulan yang gegabah, karena hal terebut cenderung membesar-besarkan
akibat, yang sebenarnya tidak perlu membuat kita khawatir.
0 comments:
Post a Comment