“POTRET KASIH ALLAH”
20 Mei 2018
Semuanya Sia-sia
“Kesia-siaan
belaka…kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia” (Pengkhotbah 1:2).
Kitab Pengkhotbah pada awalnya tidak termasuk kanon
Alkitab. Di akhir tahun 90, para rabi terus berdebat apakah kitab ini “tercemar”
atau tidak, dalam arti apakah ia terinspirasi Roh atau tidak. Kelompok Shammai
berpendapat bahwa ia tidak terinspirasi Roh, sementara kelompok Hillel
berpendapat bahwa ia terinspirasi Roh. Dan kesepakatan para rabi dalam
pertemuan di Jamnia menyatakan bahwa kitab tersebut dianggap kanonik.
Menyandingkan Pengkhotbah dengan Amsal tidak
membantu statusnya dalam hal inspirasi. Di satu sisi, kumpulan Amsal yang
menyokong ajaran kebijaksanaan kuno bahwa takut akan Allah merupakan dasar dari
kebijaksanaan sejati dan bahwa di dalam kejahatan tertanam ben“POTRET KASIH ALLAH”
20 Mei 2018
Semuanya Sia-sia
“Kesia-siaan
belaka…kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia” (Pengkhotbah 1:2).
Kitab Pengkhotbah pada awalnya tidak termasuk kanon
Alkitab. Di akhir tahun 90, para rabi terus berdebat apakah kitab ini “tercemar”
atau tidak, dalam arti apakah ia terinspirasi Roh atau tidak. Kelompok Shammai
berpendapat bahwa ia tidak terinspirasi Roh, sementara kelompok Hillel
berpendapat bahwa ia terinspirasi Roh. Dan kesepakatan para rabi dalam
pertemuan di Jamnia menyatakan bahwa kitab tersebut dianggap kanonik.
Menyandingkan Pengkhotbah dengan Amsal tidak
membantu statusnya dalam hal inspirasi. Di satu sisi, kumpulan Amsal yang
menyokong ajaran kebijaksanaan kuno bahwa takut akan Allah merupakan dasar dari
kebijaksanaan sejati dan bahwa di dalam kejahatan tertanam benih kehancuran
diri sendiri. Di lain pihak, kitab Pengkhotbah mengajarkan posisi yang lebih
liberal bahwa nasib yang sama menanti orang baik dan orang fasik, sehingga “segala
sesuatu adalah sia-sia” (Pkh. 1:2).
Gagasan bahwa ajaran dua kitab ini bertentangan
terus berlanjut di kalangan pelajar Alkitab.
Berberapa malah membesar-besarkan ketidaksesuaian tersebut, namun hal
itu tidak merusak kesatuan pandangan mereka bahwa kedua penulis kitab tersebut
tidak memiliki sudut pandang yang sama. Beberapa pelajar Alkitab mencoba
berpendapat bahwa penulis kitab Pengkhotbah menulis secara main-main, tapi
tampaknya pendapat itu hanya mencerminkan keputusasaan mereka. Di samping itu
hampir tidak mungkin untuk mengetahui maksud tersembunyi dalam suatu tulisan
kecuali diterangkan oleh penulisnya. Tetapi kita tidak menemukan satu pun
isyarat untuk itu di dalam kitab Pengkhotbah! Barangkali si penulis sedang
tertekan jiwanya, dan kita tidak perlu berasumsi bahwa karunia inspirasi Ilahi
dapat menghilangkan kepribadian atau watak penulis. Konsep inspirasi merujuk
pada mukjizat kuasa Ilahi, bukan mukjizat perubahan kepribadian genetic atau
neurokimia seseorang.
Perbedaan antara kitab Amsal dan Pengkhotbah bukan
belum pernah ada di tempat lain di dalam Alkitab. Kita menjumpai pernyataan di
dalam kitab Ulangan bahwa Allah menghukum keturunan dari seorang pendosa yang
bertentangan dengan Yehezkiel yang menyatakan bahwa hanya orang berdosalah,
bukan keturunannya, yang akan mati karena kejahatannya.
Bacaan kita hari ini mengetengahkan dasar pemikiran
utama kitab Pengkhotbah: “Kesia-siaan belaka…kesia-siaan belaka, segala sesuatu
adalah sia-sia! (ay.2). Kitab ini bukan hanya dibuka dengan kata-kata itu, tapi
juga diakhiri dengan cara yang sama: “Kesia-siaan atas kesia-siaan…segala
sesuatu adalah sia-sia” (Pkh.12:8). Terkadang kita memerlukan pesimisme canggih
dalam dosis yang besar sebagai penawar bagi optimisme naif—bahkan dalam
teologi.ih kehancuran
diri sendiri. Di lain pihak, kitab Pengkhotbah mengajarkan posisi yang lebih
liberal bahwa nasib yang sama menanti orang baik dan orang fasik, sehingga “segala
sesuatu adalah sia-sia” (Pkh. 1:2).
Gagasan bahwa ajaran dua kitab ini bertentangan
terus berlanjut di kalangan pelajar Alkitab.
Berberapa malah membesar-besarkan ketidaksesuaian tersebut, namun hal
itu tidak merusak kesatuan pandangan mereka bahwa kedua penulis kitab tersebut
tidak memiliki sudut pandang yang sama. Beberapa pelajar Alkitab mencoba
berpendapat bahwa penulis kitab Pengkhotbah menulis secara main-main, tapi
tampaknya pendapat itu hanya mencerminkan keputusasaan mereka. Di samping itu
hampir tidak mungkin untuk mengetahui maksud tersembunyi dalam suatu tulisan
kecuali diterangkan oleh penulisnya. Tetapi kita tidak menemukan satu pun
isyarat untuk itu di dalam kitab Pengkhotbah! Barangkali si penulis sedang
tertekan jiwanya, dan kita tidak perlu berasumsi bahwa karunia inspirasi Ilahi
dapat menghilangkan kepribadian atau watak penulis. Konsep inspirasi merujuk
pada mukjizat kuasa Ilahi, bukan mukjizat perubahan kepribadian genetic atau
neurokimia seseorang.
Perbedaan antara kitab Amsal dan Pengkhotbah bukan
belum pernah ada di tempat lain di dalam Alkitab. Kita menjumpai pernyataan di
dalam kitab Ulangan bahwa Allah menghukum keturunan dari seorang pendosa yang
bertentangan dengan Yehezkiel yang menyatakan bahwa hanya orang berdosalah,
bukan keturunannya, yang akan mati karena kejahatannya.
Bacaan kita hari ini mengetengahkan dasar pemikiran
utama kitab Pengkhotbah: “Kesia-siaan belaka…kesia-siaan belaka, segala sesuatu
adalah sia-sia! (ay.2). Kitab ini bukan hanya dibuka dengan kata-kata itu, tapi
juga diakhiri dengan cara yang sama: “Kesia-siaan atas kesia-siaan…segala
sesuatu adalah sia-sia” (Pkh.12:8). Terkadang kita memerlukan pesimisme canggih
dalam dosis yang besar sebagai penawar bagi optimisme naif—bahkan dalam
teologi.
0 comments:
Post a Comment