“POTRET KASIH ALLAH”
10 April 2018
Allah Mengubah Pikiran-Nya… Lagi
“Lalu menyesallah Ia karena malapetaka yang hendak
didatangkan-Nya itu” (1 Tawarikh 21:15).
Allah sangat murka atas sensus yang dilakukan oleh
Daud, dan Daud segera mengakui kesalahannya. Melihat penyesalan Daud, Allah
mengirimkan pesan kepada sang raja melalui Gad, nabi di kerajaan Daud. Allah
memberikan tiga pilihan kepada Raja Daud sebagai hukumannya: (1) tiga tahun
kelaparan di negerinya, (2) tiga bulan lari dikejar-kejar lawannya, atau (3)
tiga hari penyakit sampar yang mematikan. Daud memilih apa yang dikiranya
paling ringan—tiga hari penyakit sampar yang disebarkan oleh malaikat maut
Allah.
Maka dalam hitungan jam, 70.000 rakyat Daud mati,
dan malaikat kematian berkeliling Yerusalem, menuangkan botol berisi wabah
penyakit. Kota itu tidak lama lagi akan musnah, tetapi Allah “melihatnya, lalu
menyesallah Ia karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya itu, lalu
berfirmanlah Ia kepada malaikat pemusnah itu: “Cukup! Turunkanlah sekarang
tanganmu itu!”” (1 Taw.21:15).
Kata kerja Ibrani yang menjelaskan perasaan Allah
itu nacham. Artinya menyesali sesuatu
dengan rasa sakit di dada. Tiga puluh tujuh kali dalam Perjanjian Lama kata ini
digunakan untuk menunjukkan perubahan pikiran, dan dari 37 kali itu hanya 7
kali menunjukkan penyesalan manusia. Tiga puluh kali merujuk kepada Allah
sebagai subjek—pihak yang menyesal.
Ketetapan Allah (istilah yang gemar digunakan kaum
Calvinis) tidak seperti “undang-undang Media dan Persia,” yang tidak bisa
berubah. Allah sedang berhubungan dengan umat-Nya. Sikap mereka dapat
mengubahkan sikap Allah terhadap mereka. Sebagai contoh, penyesalan Daud yang
mula-mula tidak cukup untuk menimbulkan perubahan dari Allah. Tetapi rasa
sesalnya yang berlanjut akhirnya menggerakkan hati Allah bahwa Ia harus
mengubah perintah yang diberikan-Nya kepada malaikat maut.
Ini hanyalah salah satu contoh dalam Alkitab
mengenai dinamika yang terjadi antara manusia dan Allah dan sebaliknya yang
menyebabkan berubahnya rencana Allah. Sama seperti kita manusia yang meiliki
kebebasan untuk mengubah arah dan rencana dalam hidup, Allah juga memiliki
kebebasan untuk bertindak—bahkan untuk mengubah rencana dan tindakan-Nya. Karena
penyesalan Daud yang terus berlanjut, sebauh situasi yang baru pun muncul, dan
Allah dalam kemurahan hati-Nya yang penuh kasih menyesuaikan tindakan-Nya, yang
menurut kita digambarkan sebagai perubahan pikiran. Itulah pula mengapa Allah
dapat berfirman tentang masa depan dengan istilah yang tidak pasti, seperti “mungkin”
atau “jika”. Dalam kemurahan hati-Nya inilah, Allah disebut “mahacerdas” oleh
Gregory Boyd. Kesediaan Allah untuk beradaptasi bukanlah sebuah cela, melainkan
sebuah kebaikan hati.
0 comments:
Post a Comment