Monday, April 9, 2018

Renungan Pagi 10 April 2018

“POTRET KASIH ALLAH”
10 April 2018

Allah Mengubah Pikiran-Nya… Lagi

“Lalu menyesallah Ia karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya itu” (1 Tawarikh 21:15).

Allah sangat murka atas sensus yang dilakukan oleh Daud, dan Daud segera mengakui kesalahannya. Melihat penyesalan Daud, Allah mengirimkan pesan kepada sang raja melalui Gad, nabi di kerajaan Daud. Allah memberikan tiga pilihan kepada Raja Daud sebagai hukumannya: (1) tiga tahun kelaparan di negerinya, (2) tiga bulan lari dikejar-kejar lawannya, atau (3) tiga hari penyakit sampar yang mematikan. Daud memilih apa yang dikiranya paling ringan—tiga hari penyakit sampar yang disebarkan oleh malaikat maut Allah.

Maka dalam hitungan jam, 70.000 rakyat Daud mati, dan malaikat kematian berkeliling Yerusalem, menuangkan botol berisi wabah penyakit. Kota itu tidak lama lagi akan musnah, tetapi Allah “melihatnya, lalu menyesallah Ia karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya itu, lalu berfirmanlah Ia kepada malaikat pemusnah itu: “Cukup! Turunkanlah sekarang tanganmu itu!”” (1 Taw.21:15).

Kata kerja Ibrani yang menjelaskan perasaan Allah itu nacham. Artinya menyesali sesuatu dengan rasa sakit di dada. Tiga puluh tujuh kali dalam Perjanjian Lama kata ini digunakan untuk menunjukkan perubahan pikiran, dan dari 37 kali itu hanya 7 kali menunjukkan penyesalan manusia. Tiga puluh kali merujuk kepada Allah sebagai subjek—pihak yang menyesal.

Ketetapan Allah (istilah yang gemar digunakan kaum Calvinis) tidak seperti “undang-undang Media dan Persia,” yang tidak bisa berubah. Allah sedang berhubungan dengan umat-Nya. Sikap mereka dapat mengubahkan sikap Allah terhadap mereka. Sebagai contoh, penyesalan Daud yang mula-mula tidak cukup untuk menimbulkan perubahan dari Allah. Tetapi rasa sesalnya yang berlanjut akhirnya menggerakkan hati Allah bahwa Ia harus mengubah perintah yang diberikan-Nya kepada malaikat maut.

Ini hanyalah salah satu contoh dalam Alkitab mengenai dinamika yang terjadi antara manusia dan Allah dan sebaliknya yang menyebabkan berubahnya rencana Allah. Sama seperti kita manusia yang meiliki kebebasan untuk mengubah arah dan rencana dalam hidup, Allah juga memiliki kebebasan untuk bertindak—bahkan untuk mengubah rencana dan tindakan-Nya. Karena penyesalan Daud yang terus berlanjut, sebauh situasi yang baru pun muncul, dan Allah dalam kemurahan hati-Nya yang penuh kasih menyesuaikan tindakan-Nya, yang menurut kita digambarkan sebagai perubahan pikiran. Itulah pula mengapa Allah dapat berfirman tentang masa depan dengan istilah yang tidak pasti, seperti “mungkin” atau “jika”. Dalam kemurahan hati-Nya inilah, Allah disebut “mahacerdas” oleh Gregory Boyd. Kesediaan Allah untuk beradaptasi bukanlah sebuah cela, melainkan sebuah kebaikan hati.

0 comments:

Post a Comment