Saturday, April 14, 2018

Renungan Pagi 15 April 2018

“POTRET KASIH ALLAH”
15 April 2018

Keagungan Allah

“Tetapi benarkah Allah hendak diam bersama dengan manusia di atas bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langitpun tidaklah dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini” (2 Tawarikh 6:18).

Persemian bait suci Salomo merupakan peristiwa yang luar biasa. Alkitab bercerita bahwa ia menyembelih persembahan korban dalam jumlah besar—22.000 ekor lembu dan 120.000 ekor domba (2 Taw.7:5). Darah pastilah telah menganak sungai, dan pekerjaan yang memakan waktu tujuh hari itu membuat para petugas kelelahan. Hal ini dilanjutkan dengan tujuh hari pesta, di mana sesudahnya Salomo menyuruh “bangsa itu pulang ke kemah-kemah mereka sambil bersukacita dan bergembira” (ay.10). Tentulah perayaan yang luar biasa ini akan dikenang terus seumur hidup mereka.

Selain itu yang akan dikenang juga, menurut saya, adalah suatu hal lain yang terjadi selama perayaan persembahan tersebut. Ketika music memenuhi udara, sebentuk awan menandakan kehadiran Allah muncul dan memenuhi bait suci. Kemudian raja melupakan segala tata krama kerajaan menjatuhkan diri berlutut dan memanjatkan sebuah doa yang panjang, yang diikuti dengan datangnya api dari langit yang memakan habis korban persembahan di mezbah korban bakaran.

Doa sang raja berisikan hal yang besar—gagasan yang dapat dikupas hingga berhalaman-halaman. Salah satu buah pikiran Salomo dapat dilihat dalam ayat kita hari ini. Salomo dan rombongannya telah menyaksikan awan kemuliaan Allah memenuhi bait suci sehingga para imam harus keluar dan menghentikan tugas mereka. Namun, di balik pertunjukan akbar kehadiran Allah itu, Salomo berkata bahwa Allah tidak dapat sungguh-sungguh “diam bersama dengan manusia di atas bumi”. Bagaimana mungkin sebuah gedung semegah bait suci Salomo dapat “memuat” Allah, sedangkan “langit, bahkan langit yang mengatasi segala langit pun tidak dapat memuat”-Nya?

Pengakuan iman Salomo telah melampaui zamannya! Pengakuan tersebut merupakan lompatan besar teologis yang jauh melampaui zaman di mana masyarakat saat itu dipenuhi takhyul. ((Ingat, Timur Dekat kuno bukanlah Amerika atau peradaban Barat lainnya).

Para ahli teologi menemukan sebuah paradox (kadang-kadang disebut sebuah “antinomy”) tentang hal ini. Dalam keberadaan-Nya, Allah ada di sini beserta kita—di sisi kita sebagian kawan seperjuangan. Tetapi hal itu bukanlah pandangan yang utuh tentang Allah. Ia juga transenden—“di atas,” “di luar”, dan “melampaui” ciptaan-Nya dan melampaui pengetahuan kita. Terlalu menekankan salah satu aspek akan membawa pada kesesatan.

0 comments:

Post a Comment