Friday, April 13, 2018

Renungan Pagi 14 April 2018


“POTRET KASIH ALLAH”
14 April 2018

Bait Allah Versus Sinagoge

“Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan, sehingga imam-imam itu tidak tahan berdiri untuk menyelenggarakan kebaktian oleh karena awan itu, sebab kemuliaan TUHAN memenuhi rumah Allah” (2 Tawarikh 5:13,14).

Pada hari peresmian bait suci Salomo, dua kali kemuliaan Allah hadir memberkati bangunan baru itu, menjadikannya sebuah tempat suci. Salah satu perabotan penting di dalam bait suci tersebut adalah mezbah korban bakaran. Pada tempat itulah orang Israel membawa persembahan penghapus dosa mereka dan disanalah para imam menjalankan tugas suci mereka yang mengatur persembahan korban tersebut, dan mewakili mereka untuk menghadap kepada Allah. (Akses kepada Allah sangatlah terbatas: orang hanya diperkenankan masuk ke dalam halaman, sambil membawa hewan korban; para imam lalu menyembelih hewan-hewan itu dan memercikkan darahnya di dalam bilik kudus; dan imam besar hanya sekali dalam setahun—pada hari Yom Kippur—diperkenankan memasuki Bilik Mahakudus, di hadapan hadirat Shekinah.)

Setelah Nebukadnezar menghancurkan bait yang megah itu, orang-orang Israel dalam pelarian mereka menemukan penggantinya—dalam bentuk sinagoge. Tidak ada persembahan korban, sehingga tidak dibutuhkan imam. “Dikelola” oleh umat awam, gulungan Taurat menggantikan altar perunggu sebagai pusat ibadah. Di sinagoge itu pula, kehadiran Allah digantikan dengan Firman-Nya. Pada masa Yesus (dan sesudahnya), sinagoge ada (terkadang di rumah-rumah) di kota-kota di mana masyarakat Yahudi berdiam.

Meskipun orang Kristen mula-mula rajin berkunjung ke bait Allah di Yerusalem, ibadah mingguan mereka secara garis besar mirip dengan ibadah di sinagoge. Firman Allah, bukan persembahan korban, yang menjadi pusat perhatian, dan orang awam, bukan imam, yang bertugas. Gereja Kristen dan aturan ibadahnya memiliki banyak kemiripan dengan ibadah di sinagoge, dan hanya sedikit kesamaan dengan ibadah di Bait Allah, tanpa mezbah dan tanpa imam. (Kekristenan yang dijalankan oleh Katolik Roma lebih mirip dengan ritual bait Allah, dan setiap minggu imam-imam mereka mempersembahkan—dan masih melakukan—korban Misa.)

Yang masih sedikit membingungkan, adalah ketika mendengar orang berbicara mengenai “panggilan mezbah” (altar calls), karena tidak ada mezbah di gereja-gereja kita. Bagian penting dalam ibadah kita adalah penjabaran Alkitab bukannya persembahan korban. Selain itu, penekanan untuk menjaga keheningan di hadirat Allah juga agak kurang tepat sasaran karena gereja bukanlah bait suci yang menyimpan wujud kehadiran Allah. Karenanya suara-suara yang nyaring diangkat memuji Allah dan bahkan saling menyapa antar peserta ibadah boleh saja dilakukan.

0 comments:

Post a Comment