“POTRET KASIH ALLAH”
11 April 2018
Kekuatan Musik
“Mereka bernubuat dengan diiringi kecapi, gambus
dan ceracap” (1 Tawarikh 25;1).
Musik memiliki efek yang kuat bagi jiwa, sesuatu
yang sudah diketahui sejak zaman dahulu. Ia dapat menenangkan, seperti pada
lagu pengantar tidur dan lagu-lagu cinta. Ia dapat menggugah, seperti dalam musik
perang atau musik yang menyeramkan. (Pernahkah Anda mematikan suara musik dari
suatu film? Niscaya efek keseluruhan film itu akan berkurang secara drastis.) Musik
telah lama digunakan untuk mengurangi stres, rasa sakit, gangguan emosi dan
kekacauan mental.
Singkatnya, musik mempengaruhi dan mengungkapkan
emosi, dan dapat terjadi sebaliknya seperti sebuah efek melingkar. Menyanyikan rasa
cinta kita—kepada manusia atau kepada Allah—dapat juga meningkatkan emosi. Dan ketika
tempo musik dimainkan, katakanlah, lewat dari 100 ketukan per menit, dan ketika
iramanya meninggi, kita dapat mengalami suatu kondisi transenden dalam mana
pikiran dan perasaan kita akan terangkat. (Terkadang kita menyebut keadaan ini”kegembiraan
yang luar biasa.”)
Pengalaman semacam itulah yang kadang-kadang di
dalam Perjanjian Lama dikaitkan dengan musik, dan menyebutnya dengan
menggunakan kata benda “nubuat” atau kata kerja “bernubuat”. Ketika Saul pergi
ke Gibea, ia bertemu dengan sekelompok nabi dengan “gambus, rebana, suling dan
kecapi” yang “bernubuat,” dan ia sendiri pun mengalami kepenuhan itu (1 Sam.10:5),6,10,11).
(Lihat juga 1 Sam. 19:20-24, di mana ia mengalami kepenuhan sambil telanjang
semalaman.) Dan begitu pula ketika di kemudian hari Daud, ketia ia menjadi
raja, menunjuk sekelompok musisi bait Allah untuk “bernubuat dengan diiringi
kecapi, gambus dan ceracap” (1 Taw.25:1), untuk meningkatkan suasana
penyembahan. Ketika Elisa ingin memunculkan karunia nubuatannya, ia pun
memanggil pemain musik (2 Raj.3:15).
Kaum Pentakosta tidak berkeberatan dengan gagasan
bahwasanya karunia rohani untuk bernubuat dapat (dan telah) terwujud di dalam
gereja, termasuk di dalam gereja Advent. Namun mereka merasa sangat kebingungan
menyaksikan ibadah gereja kita yang begitu hambar. Mengapa pula mereka
membandingkan ibadah kelompok mereka yang penuh esktase emosional dengan ibadah
kita yang tidak menampakkan emosi? Ibadah kelompok Advent mula-mula ditandai
dengan antusiasme spiritual di mana orang-orang berteriak, menangis, dan
pingsan dan kaum wanita memukuli kepala mereka begitu keras sehingga ikat
rambut mereka terlepas. Saya belum siap dengan pertunjukan emosi semacam itu di
gereja (bukan tipe saya, seperti kata mereka), tetapi mungkin kita juga tidak
perlu takut menggunakan musik untuk menaikkan puji-pujian kita kepada Allah.
Ada yang memprotes beberapa jenis musik tertentu
tidak tepat untuk digunakan dalam ibadah, tetapi mungkin kita harus mengurangi
kritikan semacam itu karena tidak adanya jaminan Alkitabiah mengenai hal itu.
0 comments:
Post a Comment