Tuesday, April 10, 2018

Renungan Pagi 11 April 2018


“POTRET KASIH ALLAH”
11 April 2018

Kekuatan Musik

“Mereka bernubuat dengan diiringi kecapi, gambus dan ceracap” (1 Tawarikh 25;1).

Musik memiliki efek yang kuat bagi jiwa, sesuatu yang sudah diketahui sejak zaman dahulu. Ia dapat menenangkan, seperti pada lagu pengantar tidur dan lagu-lagu cinta. Ia dapat menggugah, seperti dalam musik perang atau musik yang menyeramkan. (Pernahkah Anda mematikan suara musik dari suatu film? Niscaya efek keseluruhan film itu akan berkurang secara drastis.) Musik telah lama digunakan untuk mengurangi stres, rasa sakit, gangguan emosi dan kekacauan mental.

Singkatnya, musik mempengaruhi dan mengungkapkan emosi, dan dapat terjadi sebaliknya seperti sebuah efek melingkar. Menyanyikan rasa cinta kita—kepada manusia atau kepada Allah—dapat juga meningkatkan emosi. Dan ketika tempo musik dimainkan, katakanlah, lewat dari 100 ketukan per menit, dan ketika iramanya meninggi, kita dapat mengalami suatu kondisi transenden dalam mana pikiran dan perasaan kita akan terangkat. (Terkadang kita menyebut keadaan ini”kegembiraan yang luar biasa.”)

Pengalaman semacam itulah yang kadang-kadang di dalam Perjanjian Lama dikaitkan dengan musik, dan menyebutnya dengan menggunakan kata benda “nubuat” atau kata kerja “bernubuat”. Ketika Saul pergi ke Gibea, ia bertemu dengan sekelompok nabi dengan “gambus, rebana, suling dan kecapi” yang “bernubuat,” dan ia sendiri pun mengalami kepenuhan itu (1 Sam.10:5),6,10,11). (Lihat juga 1 Sam. 19:20-24, di mana ia mengalami kepenuhan sambil telanjang semalaman.) Dan begitu pula ketika di kemudian hari Daud, ketia ia menjadi raja, menunjuk sekelompok musisi bait Allah untuk “bernubuat dengan diiringi kecapi, gambus dan ceracap” (1 Taw.25:1), untuk meningkatkan suasana penyembahan. Ketika Elisa ingin memunculkan karunia nubuatannya, ia pun memanggil pemain musik (2 Raj.3:15).

Kaum Pentakosta tidak berkeberatan dengan gagasan bahwasanya karunia rohani untuk bernubuat dapat (dan telah) terwujud di dalam gereja, termasuk di dalam gereja Advent. Namun mereka merasa sangat kebingungan menyaksikan ibadah gereja kita yang begitu hambar. Mengapa pula mereka membandingkan ibadah kelompok mereka yang penuh esktase emosional dengan ibadah kita yang tidak menampakkan emosi? Ibadah kelompok Advent mula-mula ditandai dengan antusiasme spiritual di mana orang-orang berteriak, menangis, dan pingsan dan kaum wanita memukuli kepala mereka begitu keras sehingga ikat rambut mereka terlepas. Saya belum siap dengan pertunjukan emosi semacam itu di gereja (bukan tipe saya, seperti kata mereka), tetapi mungkin kita juga tidak perlu takut menggunakan musik untuk menaikkan puji-pujian kita kepada Allah.

Ada yang memprotes beberapa jenis musik tertentu tidak tepat untuk digunakan dalam ibadah, tetapi mungkin kita harus mengurangi kritikan semacam itu karena tidak adanya jaminan Alkitabiah mengenai hal itu.

0 comments:

Post a Comment