“POTRET KASIH ALLAH”
17 April 2018
Bersamaan, Berkaitan, atau Sebab Akibat?
“Walau tentara Aram itu datang dengan sedikit
orang, namun TUHAN menyerahkan tentara yang sangat besar kepada mereka, karena
orang Yehuda telah meninggalkan TUHAN, Allah nenek moyang mereka. Demikianlah
orang Aram melakukan penghukuman kepada Yoas” (2 Tawarikh 24:24).
Ayat kita hari ini memiliki corak yang mirip dengan
ayat-ayat lainnya dalam kitab Tawarikh. Kata kuncinya adalah “karena”. Karena
umat Allah telah berdosa, maka sesuatu yang buruk menimpa mereka. Konsekuensi
logisnya adalah orang baik akan mengalami nasib baik dan orang jahat akan
menerima hal-hal yang buruk pula.
Dengan teologi semacam ini, jika seseorang
menderita, dapat diandaikan bahwa ia adalah seorang jahat. Begitu pula jika
seseorang bernasib baik, dapat disimpulkan bahwa ia adalah seorang yang baik.
Namun, bukankah cara berpikir seperti ini terlalu menyederhanakan? Apakah
hubungan antara damai sejahtera (shalom
dalam Bahasa Ibrani) dan naik turunnya kehidupan? Berikut ini adalah tiga
kemungkinannya:
Pertama, mungkin saja tidak ada kaitannya antara
bencana, penyakit, kematian dan moralitas seseorang. Sesuatu yang “buruk” dapat
terjadi ketika seseorang melakukan dosa atau setelah orang itu melakukan dosa,
tetapi hal tersebut hanya menunjukkan suatu kejadian yang bersamaan. Seorang bocah
lelaki sedang berjalan pulang pada suatu malam sambil memukul-mukul tiang
listrik dengan kayu yang dipegangnya. Saat itu juga sebagian area kota tersebut
diliputi kegelapan. Apakah yang menjadi penyebab putusnya aliran listrik
tersebut?
Kedua, ada hubungan antara bencana, penyakit,
kematian dan moralitas seseorang. Hubungan saling terkait ini lebih lemah
daripada hubungan sebab akibat. Sebagai contoh, mata yang biru dan rambut
pirang cenderung ada bersamaan pada satu orang, tetapi yang satu tidak
menyebabkan yang lain.
Ketiga, moralitas buruk seseorang dapat menyebabkan
bencana, penyakit, dan kematian. Namun sangat sulit menunjukkan hubungan sebab
akibat yang pasti dalam hal ini. Metode ilmiah dapat membantu pengendalian
unsur-unsur terkait yang dapat memunculkan atau menutupi hubungan sebab akibat
tersebut. Jika satu kejadian secara pasti mengikuti kejadian lainnya, jika
unsur-unsur lainnya telah terkendali, dan jika dua kemungkinan di atas telah
terbukti salah, maka bisa jadi terdapat sebuah hubungan sebab akibat. Kita dapat
dengan leluasa menyebutnya sebagai “ilmu pengetahuan”, karena ada cukup bukti
yang mendukung kesimpulan tersebut.
Di dalam dunia etika dan agama, kita tidak
berurusan dengan ilmu pengetahuan tetapi dengan kepercayaan, dan dengan bantuan
otoritas nubuatan kita dapat mengerti hubungan-hubungan di atas. Marilah berusaha
untuk tidak menghakimi seseorang yang menderita, karena ada sangat banyak bukti
yang menunjukkan bahwa orang yang tak berdosa pun menderita nasib buruk.
0 comments:
Post a Comment