“POTRET KASIH ALLAH”
3 Juni 2018
Nabi dan Imam
“Inilah perkataan-perkataan Yeremia bin Hilkia, dari keturunan imam yang
ada di Anatot…datanglah firman TUHAN kepada Yeremia” (Yeremia 1:1, 2).
Tidak sering Alkitab
menampilkan imam dan nabi sekaligus sebagai tokohnya. Di antaranya yang
memenuhi kriteria tersebut adalah Samuel, dan Yeremia. Biasanya, para imam
cenderung untuk mempertahankan status religius mereka, dan para nabi cenderung
mengkritisinya. Barangkali bisa dikatakan bahwa para imam itu konservatif,
sedangkan para nabi progresif, bahkan mungkin radikal! Para imam menekankan
pentingnya persembahan hewan korban, sedangkan para nabi menyebut perbuatan
mereka hampa makna… apabila tidak disertai gaya hidup yang lurus dan adil. Tapi
sebenarnya, jika seseorang sudah hidup benar, untuk apa lagi mereka perlu
mempersembahkan korban?
Di satu sisi, fungsi imam
yang utama adalah mewakili umat untuk menghampiri hadirat Allah—melayani sebagai
pengantara bagi umat sementara mereka mengatur darah korban. (Beberapa ahi
berpendapat bahwa para imam di kemudian hari pun berperan mendoakan jemaat—sebuah
fungsi pengantara juga.) Di lain pihak, fungsi kenabian yang utama adalah
mewakili Allah untuk menghampiri umat-Nya—melayani sebagai pengantara atau
pembawa pesan Allah. Itulah mengapa kita sering membaca tulisan nabi-nabi yang
diawai dengan “Demikianlah firman TUHAN…”
Yeremia menyatukan kedua
peran itu dalam pelayanannya. Ia melakukan komunikasi dua arah, mewakili umat untuk
berbicara kepada TUHAN dan mewakili TUHAN untuk berbicara kepada umat-Nya.
Seperti dicatat dalam
bacaan tanggal 30 Januari, gembala Protestan tidak berfungsi sebagai imam
melainkan nabi. Tidak, mereka tidak berkeliling sambil meramalkan masa depan,
tapi itu hanyalah salah satu makna kenabian. Kenabian dapat juga—dan seringkali—merujuk
pada pesan-pesan dari Allah yang disampaikan melalui juru bicara-Nya. Para pengkhotbah
mendekati umat sebagai wakil Allah dengan menyampaikan Firman-Nya.
Tentu saja di dalam
gereja Katolik Roma, fungsi klerus sebagai seorang imam—para pria (bukan
wanita) dijalankan dengan mempersembahkan korban Misa. Gereja-gereja Katolik
berfungsi sebagai bait suci, di mana tubuh dan darah Yesus yang dianggap sudah
bertransubstansi menjadi pusatnya. Tetapi di gereja-gereja Protestan tidak ada
mezbah tempat mempersembahkan korban Misa. Alkitablah yang menjadi pusat
perhatian, sementara penginjil—baik pria maupun wanita—menerangkan dan
menggunakan Alkitab di dalam khotbah mereka.
Perbedaan peran imam dan
nabi membuat pemahaman dan perilaku yang berbeda pula dalam menjalankan
kebaktian.
0 comments:
Post a Comment