“POTRET KASIH ALLAH”
7 Juni 2018
Tangisan Rahel
“Dengar! Di Rama terdengar ratapan, tangisan yang pahit pedih: Rahel
menangisi anak-anaknya, ia tidak mau dihibur karena anak-anaknya, sebab mereka
tidak ada lagi” (Yeremia 31:15).
Para pelajar Alkitab
berbicara tentang “intertekstualitas.”
Ungkapan itu merujuk pada penulis Alkitab yang mengutip Alkitab lainnya, dan
menemukan makna “baru” untuk ayat yang dikutip tersebut kemudian menerapkannya
pada konteks yang berbeda dengan yang dimaksudkan oleh penulis yang dikutip. Dengan
kata lain, penulis yang satu mengutip penulis lainnya di luar konteks, hal mana
merupakan “tabu” di dalam dunia akademis karena menyalahi maksud dari penulis
asli.
Karena di zaman Timur
Dekat kuno belum dikenal cara penafsiran Alkitab modern (ilmu dan seni
menafsirkan Alkitab umumnya disebut “eksegesis”), penulis merasa bebas untuk
memeras sari dari ayat-ayat yang dipilihnya.
TUHAN dalam ayat hari ini
berbicara tentang Rahel yang telah lama mati, yang hancur hatinya karena
kematian anaknya, seolah-olah masih hidup dan masih meratapi kehilangannya.
Sejarahnya, Rahel adalah
nenek moyang suku-suku kerajaan utara Israel, yang memisahkan diri dari
kerajaan Yehuda. Namun demikian, keturunannya dibuang ke pengasingan oleh Salmaneser
V, raja Asyur, pada tahun 721 S.M. Belakangan, setelah Asyur jatuh di bawah
kerajaan Babel, kerajaan Yehuda di Selatan juga menemui nasib yang sama. Tetapi
ada harapan—bagi kedua rakyat yang terbuang. Demikianlah TUHAN memperingatkan: “Cegahlah
suaramu dari menangis, dan matamu dari mencucurkan air mata, sebab untuk jerih
payahmu ada ganjaran, demikianlah firman TUHAN; mereka akan kembali dari negeri
musuh… Anak-anak akan kembali ke daerah mereka” (Yer.31:16,17).
Matius mengutip ayat 15
(di dalam Mat.2:17,18) untuk menggambarkan ibu-ibu yang meratap ketika Herodes
yang Agung membantai anak-anak lelaki mereka dalam rangka membunuh bayi Yesus. Jelas,
Alkitab melalui Yeremia merujuk kepada peristiwa yang sangat berbeda. Namun kutipan
Matius yang diluar konteks tersebut tetap memelihara semangat di dalam pesan
asli Yeremia, yaitu harapan di tengah-tengah kedukaan yang melanda.
Mungkin para pelajar
Alkitab di masa kini harus meninggalkan kebiasaan mengutip di luar konteks yang
dilakukan para penulis yang terinspirasi, dan focus pada metodologi eksegesis
taat-asas sehingga dapat memberitakan dengan benar “perkataan kebenaran” (2
Tim.2:15).
0 comments:
Post a Comment