Monday, June 18, 2018

Renungan Pagi 19 Juni 2018



“POTRET KASIH ALLAH”
19 Juni 2018

Apa yang Sesungguhnya Dikehendaki Allah?
Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup… Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?” (Yehezkiel 33:11).

Melalui nabi-nabi-Nya, Allah meramalkan sebuah masa depan kelam yang akan menimpa umat-Nya—ramalan tentang malapetaka yang dahsyat. Ia menjadi sakit hati karena mereka telah bersekutu dengan kaum penyembah berhala dan karena telah ikut menyembah berhala, keduanya disebabkan oleh ketidaksetiaan pada pernikahan dari pihak mereka. “Mereka berzinah dengan menyembah berhala-berhalanya” (Yeh.23:37). Lebih buruk lagi, korban yang mereka persembahkan bukan hanya kambing dan domba. Bahkan “anak-anak lelaki mereka yang dilahirkan bagi-Ku dipersembahkannya sebagai korban dalam api” (ay.37)—pengorbanan manusia.

TUHAN, memerintahkan, “Biarlah bangkit sekumpulan orang melawan mereka dan biarkanlah mereka menjadi kengerian dan rampasan. Kumpulan orang ini akan melontari mereka dengan batu dan memancung mereka dengan pedangnya, membunuh anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan mereka dan membakar habis rumah-rumah mereka” (ay.46,47). Ia melampiaskan kekesalan-Nya kepada mereka dan berkata, “Aku ingin mentahirkan engkau, tetapi engkau tidak menjadi tahir dari kenajisanmu, maka engkau tidak akan ditahirkan lagi, sampai Aku melampiaskan amarah-Ku atasmu. Aku tidak melalaikannya dan tidak merasa sayang, juga tidak menyesal” (Yeh.24:13,14).

TUHAN terdengar sangat serius! Karena umat-Nya telah menghina-Nya Ia pun akan menghancurkan mereka. Tapi terlepas dari hal buruk yang dimaksudkan-Nya, Allah mulai terdengar seolah-olah Ia tidak memaksudkan apa yang dikatakan-Nya. Apakah TUHAN telah membuat ancaman kosong? Tidak. Ia bersungguh-sungguh dalam setiap firman-Nya, namun di dalam lubuk hati-Nya Ia berkehendak bukan menghancurkan, tetapi menyelamatkan. “Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup.”

Meskipun malapetaka yang diramalkan-Nya tidak selalu diawali dengan kata “jika,” namun Ia dengan senang hati akan membatalkan rencana-Nya itu apabila umat-Nya bertobat. Yang perlu mereka lakukan adalah memohon pengampunan—dengan sungguh. Ramalan Allah tentang kehancuran Yehuda menunjukkan kehendak-Nya yang hanya secuil untuk menghancurkan, bukan tujuan sejati-Nya untuk menghidupkan. Kasih Allah, bukan amarah-Nya, tidak pernah berubah. Ia mengancam dengan tujuan mulia demi tercapainya perbaikan. Ia sangat menginginkan kalimat kutukan-Nya tidak jadi kenyataan. Ramalan adalah hubungan antara Allah dan manusia. Aksi (dan reaksi) dapat terjadi di kedua sisi ramalan tersebut.

0 comments:

Post a Comment