“POTRET KASIH ALLAH”
15 Juni 2018
Makanan Jiwa
“Lalu firman-Nya kepadaku: “Hai anak manusia, makanlah gulungan kitab
yang Kuberikan ini kepadamu dan isilah perutmu dengan itu.’Lalu aku memakannya
dan rasanya manis seperti madu dalam mulutku”’ (Yehezkiel 3:3).
Yehezkiel adalah seorang
imam. Tetapi sekarang ia menjadi satu dari 10.000 tawanan perang yang dibawa
oleh Nebukadnezar ke Babel setelah penyerangannya ke Yerusalem pada tahun 597
SM. Yehezkiel tidak lagi dapat mewakili rakyatnya untuk mendekati Tuhan. Jadi
selama bulan juli 593 SM, Allah mengganti tugas Yehezkiel dari imam menjadi
nabi. Sekarang ia akan berbicara kepada rakyatnya untuk Allah.
Setelah menerima
penglihatan yang mencengangkan tentang makluk aneh berkepala empat dengan empat
sayap dan memiliki roda yang ditengah-tengahnya terdapat roda lagi, Yehezkiel
mendengar Allah berfirman, “Ngangakanlah mulutmu dan makanlah apa yang
Kuberikan kepadamu.” (Yeh.2:8). Dan ia melihat di tangan Allah “sebuah gulungan
kitab… Gulungan kitab itu ditulisi timbal balik” (ay.9,10). Allah mengulangi
perintahnya dua kali lagi: “Makanlah apa yang engkau lihat di sini; makanlah
gulungan kitab ini dan pergilah, berbicaralah kepada kaum Israel” (Yeh.3:1).
Makanan yang unik, sebuah
gulungan kitab. Lembaran kitab-kitab itu terbuat dari bilah-bilah yang diambil
dari batang alang-alang papyrus. Bilah-bilah ini disusun anyam, lalu dibalur
dengan air dan/atau lem, ditumbuk, lalu dikeringkan sambil dihimpit (hingga
berupa lembaran tipis), dan kemudian digosok hingga halus menggunakan batu.
Begitu kuatnya lembaran “kertas” itu hingga bisa bertahan ribuan tahun. Bahkan
sepatu pun dibuat dari bahan yang sama. Dan Yehezkiel harus mengunyah gulungan
panjang kitab itu lalu menelannya, dan itu dilakukannya. Dan rasanya seperti
panganan pencuci mulut, manis seperti madu. Allah lalu menyuruh Yehezkiel
menyampaikan Firman-Nya kepada bangsa itu.
Kita dapat mengartikan gambaran
penyataan dan inspirasi ini dengan beberapa cara. Salah satunya, adalah dengan
menyimpulkannya sebagai inspirasi verbal. Allah menyediakan kata-kata yang
tepat kemudian para nabi menelan kata-kata itu, hanya untuk memuntahkannya
kembali kepada umat—kata-kata yang masuk sama dengan kata-kata yang keluar.
Cara lain adalah, dengan mengartikannya sebagai inspirasi pemikiran. Allah
memberikan penyataan, yang dicerna oleh para nabi sehingga melebur dalam diri
mereka. Kemudian mereka membagikan pesan yang sudah berubah bentuk (karena
dicerna dan diserap) ini dalam kata-kata dan gaya bahasa mereka. Yang terakhir
ini adalah pengertian resmi Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh terhadap
penyataan dan inspirasi yang dinamis.
“Alkitab ditulis oleh
para penulis yang terinspirasi, tetapi [tulisan tersebut] bukanlah cara
berpikir dan ungkapan [langsung dari] Allah. Itu adalah [tulisan] manusiawi.
Allah, sebagai pengarang, tidak diwakili… Allah tidak menaruh diri-Nya dalam
kata-kata, logika, retorika, yang tertuang di dalam Alkitab… Bukan kata-kata
Alkitab itu yang terinspirasi, tetapi para penulisnya itulah yang terinspirasi”
(Selected Messages, jilid 1 hlm.21).
0 comments:
Post a Comment