Sunday, June 17, 2018

Renungan Pagi 15 Juni 2018



“POTRET KASIH ALLAH”
15 Juni 2018

Makanan Jiwa
Lalu firman-Nya kepadaku: “Hai anak manusia, makanlah gulungan kitab yang Kuberikan ini kepadamu dan isilah perutmu dengan itu.’Lalu aku memakannya dan rasanya manis seperti madu dalam mulutku”’ (Yehezkiel 3:3).

Yehezkiel adalah seorang imam. Tetapi sekarang ia menjadi satu dari 10.000 tawanan perang yang dibawa oleh Nebukadnezar ke Babel setelah penyerangannya ke Yerusalem pada tahun 597 SM. Yehezkiel tidak lagi dapat mewakili rakyatnya untuk mendekati Tuhan. Jadi selama bulan juli 593 SM, Allah mengganti tugas Yehezkiel dari imam menjadi nabi. Sekarang ia akan berbicara kepada rakyatnya untuk Allah.

Setelah menerima penglihatan yang mencengangkan tentang makluk aneh berkepala empat dengan empat sayap dan memiliki roda yang ditengah-tengahnya terdapat roda lagi, Yehezkiel mendengar Allah berfirman, “Ngangakanlah mulutmu dan makanlah apa yang Kuberikan kepadamu.” (Yeh.2:8). Dan ia melihat di tangan Allah “sebuah gulungan kitab… Gulungan kitab itu ditulisi timbal balik” (ay.9,10). Allah mengulangi perintahnya dua kali lagi: “Makanlah apa yang engkau lihat di sini; makanlah gulungan kitab ini dan pergilah, berbicaralah kepada kaum Israel” (Yeh.3:1).

Makanan yang unik, sebuah gulungan kitab. Lembaran kitab-kitab itu terbuat dari bilah-bilah yang diambil dari batang alang-alang papyrus. Bilah-bilah ini disusun anyam, lalu dibalur dengan air dan/atau lem, ditumbuk, lalu dikeringkan sambil dihimpit (hingga berupa lembaran tipis), dan kemudian digosok hingga halus menggunakan batu. Begitu kuatnya lembaran “kertas” itu hingga bisa bertahan ribuan tahun. Bahkan sepatu pun dibuat dari bahan yang sama. Dan Yehezkiel harus mengunyah gulungan panjang kitab itu lalu menelannya, dan itu dilakukannya. Dan rasanya seperti panganan pencuci mulut, manis seperti madu. Allah lalu menyuruh Yehezkiel menyampaikan Firman-Nya kepada bangsa itu.

Kita dapat mengartikan gambaran penyataan dan inspirasi ini dengan beberapa cara. Salah satunya, adalah dengan menyimpulkannya sebagai inspirasi verbal. Allah menyediakan kata-kata yang tepat kemudian para nabi menelan kata-kata itu, hanya untuk memuntahkannya kembali kepada umat—kata-kata yang masuk sama dengan kata-kata yang keluar. Cara lain adalah, dengan mengartikannya sebagai inspirasi pemikiran. Allah memberikan penyataan, yang dicerna oleh para nabi sehingga melebur dalam diri mereka. Kemudian mereka membagikan pesan yang sudah berubah bentuk (karena dicerna dan diserap) ini dalam kata-kata dan gaya bahasa mereka. Yang terakhir ini adalah pengertian resmi Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh terhadap penyataan dan inspirasi yang dinamis.

“Alkitab ditulis oleh para penulis yang terinspirasi, tetapi [tulisan tersebut] bukanlah cara berpikir dan ungkapan [langsung dari] Allah. Itu adalah [tulisan] manusiawi. Allah, sebagai pengarang, tidak diwakili… Allah tidak menaruh diri-Nya dalam kata-kata, logika, retorika, yang tertuang di dalam Alkitab… Bukan kata-kata Alkitab itu yang terinspirasi, tetapi para penulisnya itulah yang terinspirasi” (Selected Messages, jilid 1 hlm.21).

0 comments:

Post a Comment