“POTRET KASIH ALLAH”
16 Juni 2018
Allah Menyuruhku Melakukannya
“Makanlah roti itu seperti roti jelai yang bundar dan engkau harus
membakarnya di atas kotoran manusia yang sudah kering di hadapan mereka”
(Yehezkiel 4:12).
“Allah mengatakannya;
saya percaya,” “Allah menyuruhku melakukannya; saya lakukan.” Pernah mendengar
pernyataan semacam itu? Apakah cetusan perasaan yang mereka ungkapkan itu
benar? Apakah baik menuruti sesuatu secara membabi-buta… bahkan Allah? Apa
pendapat Anda?
Ketika Yehezkiel
berbaring di sisi kiri badannya selama 390 hari dan di sisi kanan badannya
selama 40 hari, ia makan menu harian yang sudah ditentukan pula yaitu dua ons
gandum, jelai, kacang merah besar, kacang merah kecil, jawan dan sekoi, bersama
dengan tiga perempat liter air (Yeh.4:9-11). Allah juga menyuruhnya menyantap
makanan serba sedikit itu di hadapan umum, sehingga semua orang dapat
melihatnya. Allah berfirman, “Engkau harus membakarnya di atas kotoran manusia
yang sudah kering di hadapan mereka.”
Makanan yang diresepkan
Allah ini membuat Yehezkiel merasa jijik, karena menggunakan kotoran manusia
dianggap tidak bersih, sehingga ia memberanikan dirinya untuk memprotes, “Aduh,
TUHAN Allah, sesungguhnya, aku tak pernah dinajiskan” (ay.14). Sebagai imam,
Yehezkiel berhati-hati agar dirinya bersih dari hal-hal yang menajiskan, sesuai
perintah Allah. Lalu TUHAN memperbolehkan Yehezkiel menggunakan kotoran lembu
sebagai pengganti kotoran manusia. Yehezkiel tidak secara membabi-buta
mematuhi, hanya semata-mata karena Allah menyuruhnya.
Ada yang bertanya-tanya,
apakah yang terjadi jika Abraham (orang yang suka berdebat dengan Allah)
berdebat ketika Allah menyuruhnya mempersembahkan Ishak sebagai korban di
Gunung Moria. Apakah Allah akan mengalah seperti sebelumnya? Apakah Abraham
(dan Ishak) harus begitu saja menanggung siksaan itu dengan membisu?
Di antara zaman Abraham
dan Yehezkiel, Allah pernah pula memberikan perintah yang jelas, kali ini
kepada Musa, yang menolak untuk patuh begitu saja. Ia pun mencoba beradu
pendapat dengan Allah—dan menang (Kel.32:7-14)!
Dalam tiga kasus di dalam
Alkitab itu kita menemukan dua di antaranya menolak untuk patuh secara
membabi-buta, dan memilih untuk memberikan pendapat berbeda atas kata-kata
TUHAN yang sudah jelas. Ketiganya merupakan perintah yang menyerang secara
moral dan spiritual. Dan Allah tidak berkeberatan untuk mengalah dalam
perdebatan dengan pengikut-pengikut setia-Nya. Apakah dengan bertentangan
terhadap pendapat umum—Allah tidak menghargai kepatuhan membabi-buta terhadap
kata-kata-Nya yang sudah jelas? Mungkin Allah mengirimkan penyataan-Nya bukan
untuk membuat kita berhenti berpikir, tetapi malahan untuk memacu sebuah
tindakan yang penuh pertimbangan.
0 comments:
Post a Comment