Sunday, June 17, 2018

Renungan Pagi 17 Juni 2018




“POTRET KASIH ALLAH”
17 Juni 2018

Siapa Mati untuk Siapa?
Dan orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati” (Yehezkiel 18:4).

Yehezkiel 18:4 menjadi ayat favorit para penginjil Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh yang ingin menekankan bahwa jiwa tidaklah kekal. Ia fana. Tentu saja tidak ada di antara kita yang akan mendebat teologi itu, meskipun kebanyakan orang Kristen mempercayai kebakaan jiwa. Namun demikian, apakah Yehezkiel 18:4 berbicara tentang keadaan orang mati? Bukan. Ayat ini menekankan hal penting lainnya, yang membantah pendapat umum di kalangan orang Israel zaman itu, dan juga pandangan orang Kristen modern masa kini.

Ungkapan yang umum di kalangan itu adalah: “Ayah-ayah makan buah mentah dan gigi anak-anaknya menjadi ngilu” (ay.2). Maksud dari peribahasa itu adalah bahwa Allah meminta pertanggungjawaban orang atas kesalahan orang tua dan leluhur mereka, serta menghukum mereka berdasarkan itu.

Konsep itu memiliki latar belakang yang kuat. Itu bahkan disinggung dalam Sepuluh Perintah Allah: “Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat” (Kel.20:5). Bukan hanya generasi berikutnya yang mendapat hukuman karena dosa bawaan mereka—hukuman itu berlanjut ke para cucu dan cicit. Dan di dalam Bilangan 14:8 Musa menggemakan konsep kesalahan dan hukuman yang dapat diturunkan dari generasi ke generasi itu.

Tidak demikian, Allah memberitahukan Yehezkiel. Itu bukanlah teologi yang baik. Orang tak bersalah tidak akan menderita hukuman Ilahi menggantikan orang lain yang bersalah. Seorang yang baik “ tidak akan mati karena kesalahan ayahnya, ia pasti hidup” (Yeh.18:17). Demikian selanjutnya ayat 18 menjungkirbalikkan peribahasa kuno itu. “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya” (ay.20).

Kata-kata Yehezkiel pastilah membuat kegemparan di tengah-tengah pendengarnya. Siapakah orang ini yang berbeda pendapat dengan Sepuluh Hukum dan dengan Musa? Namun demikian inilah saatnya bagi Allah untuk membuat masalahnya menjadi terang benderang. Betul, Ia akan meminta pertanggungjawaban atas perbuatan mereka, tetapi hukuman Hakim surgawi akan dijatuhkan pribadi lepas pribadi—hanya kepada pelaku kesalahan.


Namun jika kita mau, kita dapat terbebas dari hukuman yang sejatinya milik kita. Yang perlu kita lakukan adalah dengan menerima anugerah penebusan dari-Nya.

0 comments:

Post a Comment